Namun, informasi keberadaan Supersemar tidak mendapatkan titik terang dikarenakan Sukmawati saat itu tengah di Bandung sehingga tak mengetahui detail kejadian tersebut.
Tim khusus
Pada 2001, ANRI membentuk Tim Khusus Penelusuran Arsip Supersemar. Tim ini memiliki tugas melakukan pendekatan personal kepada orang-orang yang diduga mengetahui persis keberadaan Supersemar.
"Yang kami wawancarai saat itu ada Soekardjo Wilardjito, mantan pengawal Istana Bogor ; Abdul Kadir Besar, mantan Sekum MPRS ; Mursalin Daeng Mamanggung, mantan Anggota DPRGR utusan AL dan Yatijan mantan Menteri Maritim. Namun semuanya tidak tau keberadaan surat itu," ujar Asichin.
Tim Khusus juga sampai mencari Supersemar di kantor arsip Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Namun, naskah asli tidak ditemukan.
Baca juga: Wawancara Asvi Warman Adam, Soekarno Tidak Hanya Dilemahkan...
Pada 2 Juli 2005, ANRI mewawancarai mantan Menteri Sekretariat Negara, Moerdiono.
Moerdiono mengatakan, dari Kostrad, Soeharto menyerahkan Supersemar kepada Sekretariat Tata Usaha Staf AD.
Naskah itu sempat hendak difotokopi namun dilarang, sehingga sempat bolak balik antara Kostrad dengan Istana Negara. Namun, naskah itu akhirnya dikirim ke Merdeka Barat.
"Di Merdeka Barat, Beliau (Moerdiono) menggunakan Supersemar itu sebagai dasar hukum pembubaran PKI. Pak Moerdiono menyatakan Supersemar memang ada, namun tidak menyimpan arsipnya," tutur Asichin.
Selain itu, pada 2012, informasi terkait keberadaan Supersemar berasal dari seorang aktivis, Nurinwa Ki S. Hendrowinoto.
Nurinwa menyerahkan selembar arsip Supersemar yang ditemukannya di dinding area petilasan Trowulan, Kerajaan Majapahit, Jawa Timur.
Namun, hasil uji laboratorium forensik memastikan naskah tersebut tidak autentik.
Perburuan tak henti
Mantan Kepala ANRI Mustari Irawan saat diwawancarai pada 2016 mengatakan, ada anggota DPR yang mengaku memegang naskah asli Supersemar.
Namun, setelah dikonfirmasi, surat itu adalah kertas fotokopi alias bukan dokumen autentik.