JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) masih menjadi misteri. Sejak Presiden Soekarno menerbitkan Supersemar, lima puluh lima tahun yang lalu, belum diketahui keberadaan naskah aslinya.
Isi yang tertuang di dalam Supersemar tidak dapat dipastikan, apakah berupa perintah untuk menjaga stabilitas keamanan negara atau justru dijadikan alat kudeta.
Saat itu Soekarno “dikabarkan” memberi mandat kepada Soeharto untuk memulihkan stabilitas politik nasional yang goyah akibat Gerakan 30 September 1965.
Kata “dikabarkan” sebenarnya untuk menunjukkan mengenai polemik yang terjadi seputar Supersemar. Banyak yang meragukan adanya pemberian mandat itu.
Apalagi, hingga saat ini naskah asli Supersemar tidak pernah ditemukan.
Berdasarkan hasil uji forensik di Laboratorium Polri pada 2012, tiga naskah Supersemar yang disimpan dalam brankas antiapi milik Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) tidak autentik.
Berburu naskah asli Supersemar
Mantan Kepala ANRI M. Asichin mengatakan, pencarian naskah asli Supersemar mulai gencar dilakukan pada 2000.
Pada 7 Maret 2000, Kepala ANRI menemui Sekretaris Jenderal MPR RI, Umar Basalim. Hal ini merujuk pada informasi saat itu bahwa naskah asli telah diserahkan ke Ketua MPRS tahun 1966.
"Sebab, menurut informasi saat itu, naskah Supersemar telah diserahkan Amir Machmud (salah satu perwira tinggi saksi kunci penandatanganan Supersemar) kepada Ketua MPRS tahun 1966 yang selanjutnya digunakan sebagai dasar penetapan TAP MPRS tentang pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai pejabat Presiden RI," ujar Asichin, saat diwawancarai Kompas.com pada awal Maret 2016.
Namun, naskah asli tidak ada pada Umar atau pada bank data MPR RI
Pada 8-10 Maret 2000, pencarian terus dilakukan dengan mewawancarai Sekretaris Negara Bondan Gunawan, mantan Ketua MPRS Abdul Haris Nasution, Ketua DPR RI Akbar Tanjung hingga Jenderal (purn) Faisal Tanjung.
Tak hanya itu, ANRI mengirim surat ke DPR RI terkait pemanggilan Soeharto Jenderal (Purn) M. Jusuf untuk memberikan penjelasan mengenai keberadaan Supersemar.
Namun, keduanya tak pernah datang untuk memberikan penjelasan karena alasan kesehatan.
Kemudian ANRI mewawancarai salah seorang putri Soekarno pada 26 April 2007, yakni Sukmawati Soekarnoputri.
Namun, informasi keberadaan Supersemar tidak mendapatkan titik terang dikarenakan Sukmawati saat itu tengah di Bandung sehingga tak mengetahui detail kejadian tersebut.
Tim khusus
Pada 2001, ANRI membentuk Tim Khusus Penelusuran Arsip Supersemar. Tim ini memiliki tugas melakukan pendekatan personal kepada orang-orang yang diduga mengetahui persis keberadaan Supersemar.
"Yang kami wawancarai saat itu ada Soekardjo Wilardjito, mantan pengawal Istana Bogor ; Abdul Kadir Besar, mantan Sekum MPRS ; Mursalin Daeng Mamanggung, mantan Anggota DPRGR utusan AL dan Yatijan mantan Menteri Maritim. Namun semuanya tidak tau keberadaan surat itu," ujar Asichin.
Tim Khusus juga sampai mencari Supersemar di kantor arsip Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Namun, naskah asli tidak ditemukan.
Pada 2 Juli 2005, ANRI mewawancarai mantan Menteri Sekretariat Negara, Moerdiono.
Moerdiono mengatakan, dari Kostrad, Soeharto menyerahkan Supersemar kepada Sekretariat Tata Usaha Staf AD.
Naskah itu sempat hendak difotokopi namun dilarang, sehingga sempat bolak balik antara Kostrad dengan Istana Negara. Namun, naskah itu akhirnya dikirim ke Merdeka Barat.
"Di Merdeka Barat, Beliau (Moerdiono) menggunakan Supersemar itu sebagai dasar hukum pembubaran PKI. Pak Moerdiono menyatakan Supersemar memang ada, namun tidak menyimpan arsipnya," tutur Asichin.
Selain itu, pada 2012, informasi terkait keberadaan Supersemar berasal dari seorang aktivis, Nurinwa Ki S. Hendrowinoto.
Nurinwa menyerahkan selembar arsip Supersemar yang ditemukannya di dinding area petilasan Trowulan, Kerajaan Majapahit, Jawa Timur.
Namun, hasil uji laboratorium forensik memastikan naskah tersebut tidak autentik.
Perburuan tak henti
Mantan Kepala ANRI Mustari Irawan saat diwawancarai pada 2016 mengatakan, ada anggota DPR yang mengaku memegang naskah asli Supersemar.
Namun, setelah dikonfirmasi, surat itu adalah kertas fotokopi alias bukan dokumen autentik.
Tak berhenti di sana, pada tahun 2015, Mustari kembali menerima informasi naskah asli Supersemar ada pada putri Moerdiono. Namun, tidak diketahui keberadaan surat itu.
Mustari memastikan, pencarian naskah asli Supersemar tidak akan berhenti. Menurut dia, ANRI memiliki program penyelamatan arsip negara skala besar dan akan terus mewawancarai pihak terkait.
Mustari mengatakan, ada tiga hal yang membuat Supersemar menjadi penting untuk didapat.
Pertama, dari sisi bentuk fisik terkait jumlah lembar naskah. Kedua, dari sisi konten, masyarakat harus mengetahui apa isi surat tersebut.
Ketiga, dari sisi konteks. Dokumen autentik Supersemar akan menjawab berbagai versi cerita tentang Supersemar.
"Jika ada yang asli, semuanya bisa terjawab kan. Dalam konteks momen tertentu yang terkait sejarah perjalanan bangsa Indonesia," ujar dia.
"Dokumen atau arsip negara merupakan bagian dari sejarah bangsa. Kalau kita tidak tau masa lalu, bagaimana kita bicara ke depan? Makanya kami terus cari. Kami harap suatu hari kami akan dapat yang kami inginkan," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/11/09392041/naskah-asli-supersemar-yang-masih-menjadi-misteri