JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Vonis tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021).
Baca juga: Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan Menantunya Divonis 6 Tahun Penjara
Namun, vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni 12 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sementara itu, Rezky dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Nurhadi dan Rezky sempat menjadi buron sekitar tiga bulan pada Februari 2020.
Keduanya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sebuah rumah di daerah Simprug, Jakarta Selatan, Senin (1/6/2020) malam.
Nurhadi dan Rezky dinyatakan bersalah dalam kasus suap serta gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.
"Menyatakan terdakwa I Nurhadi dan terdakwa II Rezky Herbiyono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan beberapa kali secara terus-menerus sebagai perbuatan yang dilanjutkan,” ungkap Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021), dilihat dari tayangan KompasTV.
Baca juga: Kuasa Hukum Nurhadi Sebut Tuntutan Jaksa Hanya Imajinasi
Majelis Hakim menilai, kedua terdakwa tidak mengakui perbuatannya sehingga memberatkan vonis.
Vonis itu dijatuhi setelah majelis hakim mempertimbangkan bahwa perbuatan kedua terdakwa dinilai tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi, serta merusak nama MA dan peradilan di bawahnya.
Dinilai tak ada kerugian negara
Dalam sidang pembacaan vonis, majelis hakim juga menyatakan tidak ada kerugian negara dari kasus tersebut.
Oleh sebab itu, hakim tak menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti terhadap Nurhadi dan Rezky.
Baca juga: Dinilai Tak Ada Kerugian Negara, Nurhadi dan Menantunya Tak Dijatuhi Pidana Tambahan Uang Pengganti
Putusan ini berbeda dari tuntutan JPU yang meminta agar kedua terdakwa membayar uang pengganti dengan total Rp 83,013 miliar.
Majelis menilai, tidak ada kerugian negara dari kasus ini dikarenakan uang yang diterima terdakwa merupakan uang pribadi dari pemberi suap dan gratifikasi.