Adapun predatory pricing adalah strategi penjualan dengan mematok harga yang sangat rendah sehingga menarik pembeli. Tujuannya untuk menyingkirkan pesaing dari pasar dan mencegah pelaku usaha lain masuk ke pasar yang sama.
"Jadi harga yang sengaja dibuat untuk membunuh kompetisi. Ini membuat tidak terjadi keadilan atau kesetaraan dalam perdagangan," kata dia.
Baca juga: Cerita di Balik Jokowi Gaungkan Benci Produk Luar Negeri
Praktik predatory pricing tersebut, lanjut Lutfi, diperkuat dengan sebuah tulisan yang dikeluarkan oleh lembaga internasional.
Tulisan itu mengungkapkan hancurnya UMKM asal Indonesia yang bergerak di bisnis fesyen muslim yaitu penjual kerudung atau hijab akibat praktik predatory pricing yang dilakukan pihak asing.
Pernyataan Presiden Jokowi mendapat sambutan baik dari DPR. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta pemerintah mendukung pelaku UMKM baik dari sisi pemodalan maupun pemasaran.
"Tentunya seruan ini harus sinergis dengan upaya pemerintah dalam mendukung para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dari sisi permodalan dan pendampingan strategi pemasaran" Kata Azis dalam siaran pers, Kamis (4/3/2021).
Azis mengatakan, UMKM mengalami dampak yang cukup besar hingga harus diberi perhatian khusus oleh pemerintah agar mampu membangkitkan ekonomi.
Baca juga: Jokowi Serukan Cintai Produk Dalam Negeri, Pimpinan DPR Minta Pemerintah Dukung UMKM
Politikus Partai Golkar itu menuturkan, salah satu bantuan yang dapat diberikan antara lain kemudahan bagi UMKM untuk mendirikan usaha yang berbadan hukum.
"Pemerintah serta Forkompinda harus dapat sinergis untuk mempermudah memberikan izin bagi para pelaku UMKM di berbagai daerah, sehingga seruan Presiden Jokowi dapat diterapkan sampai tingkat paling bawah di daerah terpencil," ujar Azis.
Kendati demikian, Azis meminta masyarakat tidak terlalu apatis dengan produk luar negeri yang hadir di tengah masyarakat.
Menanggapi pernyataan Presiden, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai bahwa produk dalam negeri seharusnya bisa bersaing dengan barang luar negeri.
Untuk bisa menumbuhkan kecintaan masyarakat pada produk dalam negeri, maka perusahaan harus terus berinovasi dan membaca keinginan pasar. Dengan demikian, produk yang diproduksi bisa diserap masyarakat.
Baca juga: Jokowi Gaungkan Benci Produk Luar Negeri, Apindo: Produk Lokal Harus Bisa Bersaing
"Misalnya batik ya, itu motifnya banyak dibajak China, lalu mereka jual lebih murah dengan kuantitas banyak. Mereka hanya bisa memodifikasi dari kita, maka kita harus lebih inovatif dengan membaca tren pasar orang Indonesia, tinggal kepitaran kita membaca apa yang diinginkan pasar," ungkap Hariyadi pada Kompas.com, Kamis (4/3/2021).
Hariyadi mengatakan, mestinya perusahaan dalam negeri dan UMKM sebisa mungkin memilih untuk tidak mengeluarkan produk yang sama dengan produk dari luar negeri, misalnya seperti produk asal China.
Sementara, Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, Gun Gun Heryanto menilai, pernyataan Jokowi terkait benci produk dalam negeri riskan disalahpahami masyatakat.
Menurut dia, seharusnya Jokowi menggunakan komunikasi persuasif untuk merangsang masyarakat memiliki kecintaan pada produk dalam negeri.
Baca juga: Pernyataan Jokowi tentang Benci Produk Asing Dinilai Bisa Jadi Blunder
"Bukan kata yang menyerang produk negara lain," ujar Gun Gun saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/3/2021).
Gun Gun mengatakan, pola komunikasi yang disampaikan Jokowi untuk membenci produk luar negeri justru bisa menjadi blunder atau berdampak negatif.
"Karena narasi membenci produk asing tak seiring dan sejalan dengan kebijakan membuka pintu bagi produk dan investasi asing kan. Alih-alih mendapatkan tempat dalam pemahaman khalayak dan para pelaku usaha, yang ada malah bisa menjadi blunder yang tak perlu," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.