Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Fatwa MA dan Red Notice, Djoko Tjandra Dituntut 4 Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Juta

Kompas.com - 04/03/2021, 17:23 WIB
Devina Halim,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice dan kasus kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk menyatakan terdakwa Djoko Tjandra bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa penuntut umum (JPU) Junaedi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3/2021), dikutip dari Antara.

"Menghukum terdakwa dengan pidana selama 4 tahun dengan perintah tetap ditahan di rumah tahanan serta denda Rp 100 juta diganti pidana kurungan selama 6 bulan," sambungnya.

Menurut JPU, hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bebas dari korupsi.

Sementara, hal yang meringankan yakni Djoko Tjandra dinilai bersikap sopan dalam persidangan.

Baca juga: Merasa Ditipu Jaksa Pinangki dan Andi Irfan Jaya, Djoko Tjandra Berharap Dituntut Bebas

Adapun dalam kasus fatwa MA, Djoko Tjandra dinilai terbukti menyuap Jaksa Pinangki Sirna Malasari melalui perantara sejumlah 500.000 dollar Amerika Serikat agar mengurus fatwa di MA.

Fatwa itu diurus agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani hukuman dua tahun penjara atas kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Kemudian, di kasus red notice, Djoko Tjandra dinilai menyuap mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Jaksa membeberkan, uang yang diberikan Djoko Tjandra kepada Napoleon sejumlah 200.000 dollar Singapura serta 370.000 dollar Amerika Serikat, kemudian 100.000 dollar AS kepada Prasetijo.

"Tujuan pemberian uang tersebut adalah agar Napoleon Bonaparte dan Prasetijo Utomo membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi," ungkap jaksa.

Menurut jaksa, uang suap diberikan kepada dua jenderal polisi tersebut melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi secara bertahap.

Baca juga: Jaksa Diharapkan Tak Ajukan Tuntutan Rendah untuk Djoko Tjandra

"Terdakwa Djoko Tjandra menyadari uang tersebut adalah bagian dari peran-peran Napoleon dan Prasetijo, sehingga status DPO terdakwa dapat terhapus dari sistem imigrasi," tutur jaksa.

Berikutnya, di dakwaan kedua, Djoko Tjandra dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Pinangki dan Andi Irfan Jaya dengan menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA.

JPU berpandangan, pemufakatan jahat itu masih dalam rangka agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi atas hukumannya di kasus Bank Bali.

"Sehingga dapat disimpulkan Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Pinangki Sirna Malasari menyadari pejabat Kejagung atau MA punya kewenangan terkait permintaan fatwa MA dan bersepakat untuk memberikan uang sebesar 10 juta dolar AS dalam proses pengurusannya," ucap jaksa.

Djoko Tjandra dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP dan Pasal 15 jo Pasal 13 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com