Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkominfo Tunjuk Henri Subiakto Jadi Ketua Sub Tim I Kajian UU ITE

Kompas.com - 22/02/2021, 16:20 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menunjuk staf ahlinya, Henri Subiakto, menjadi Ketua Subtim I Kajian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Ketua Subtim I di Kementerian Kominfo yang dipimpin oleh Profesor Hendri Subiakto," ujar Johnny dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (22/2/2021).

Adapun Subtim I yang dimaksud adalah tim yang berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam kerangka tim pelaksana.

Tim pelaksana tersebut merupakan salah satu bagian dari struktur Tim Kajian UU ITE yang dibentuk Menko Polhukam Mahfud MD untuk mengkaji UU ITE.

Baca juga: Bentuk Tim Kajian UU ITE, Mahfud Libatkan Menkominfo hingga Kapolri

Henri Subiakto merupakan Ketua Panja RUU ITE pada tahun 2016. Selain itu, Henri merupakan Guru Besar Ilmu Komunikasi Unair.

Selain tim pelaksana, susunan Tim Kajian UU ITE juga terdapat tim pengarah yang terdiri dari Mahfud, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

Merujuk beleid Keputusan Menko Polhukam (Kepmenko Polhukam) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tertanggal 22 Februari 2021, Subtim I sendiri disebut sebagai Tim Perumus Kriteria Penerapan UU ITE.

Sub tim I nantinya merumuskan kriteria implementasi atas pasal-pasal tertentu di UU ITE yang selama ini dianggap menimbulkan multitafsir.

Baca juga: Mahfud Sebut UU ITE Bakal Dibawa ke DPR jika Tim Kajian Putuskan Revisi

Selain Subtim I, tim pelaksana juga mempunyai Sub tim II yang berasal dari Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham)

Subtim II sendiri dikomandoi Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana.

Johnny menegaskan, pemerintah tetap memilih jalur pengkajian UU ITE kendati judicial review terhadap pasal-pasal yang dianggap multitafsir telah 10 kali ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

"Namun, demi manfaat kehidupan bermasyarakat dan sosial, maka terbuka selalu kemungkinan dalam rangka menambah, mengurangi, mengubah untuk penyempurnaan UU itu sendiri," terang Johnny.

Baca juga: Mahfud: Kajian UU ITE Perlu Waktu 2 Bulan

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengaku bakal meminta DPR memperbaiki UU ITE jika implementasinya tak memberikan rasa keadilan.

Menurut Jokowi, hulu persoalan dari UU ini adalah pasal-pasal karet atau yang berpotensi diterjemahkan secara multitafsir. Jika revisi UU ITE dilakukan, Jokowi akan meminta DPR menghapus pasal-pasal tersebut.

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com