JAKARTA, KOMPAS.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rekonstruksi kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk Covid-19 pada wilayah Jabodetabek tahun 2020. Kasus ini menjerat mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara.
Adapun rekonstruksi dilakukan di Gedung ACLC KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (1/2/2021).
"Benar informasi yang kami terima ada kegiatan dimaksud bertempat Gedung KPK, kavling C1. Saat ini masih berlangsung. Perkembangannya nanti kami informasikan lebih lanjut," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi, Senin.
Baca juga: KPK Dalami Peran dan Arahan Juliari Batubara Terkait Pengadaan Bansos
Menurut Ali, rekonstruksi saat ini difokuskan untuk memperjelas rangkaian perbuatan para pemberi suap dalam perkara tersebut.
Bedasarkan tayangan KompasTV, tim penyidik KPK menghadirkan tiga tersangka dalam giat rekonstruksi ini, yakni dua pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono serta Harry Van Sidabukke selaku unsur swasta.
Sementara itu, dua tersangka lainnya, yakni Juliari Peter Batubara dan pihak swasta Ardian Iskandar Maddanatja belum terlihat di lokasi.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Juliari Batubara serta Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku PPK di Kemensos sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Selain itu, KPK menetapkan dua pihak swasta yakni Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke tersangka dalam kasus ini.
Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekira Rp17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Baca juga: KPK Terus Kembangkan Kasus Suap Juliari Batubara
Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekira Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso.
Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos.
Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian Iskandar Maddanatja, Harry Van Sidabukke, dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.
Baca juga: Kasus Suap Juliari Batubara, KPK Geledah 2 Lokasi
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekira Rp 8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekira Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari P Batubara.
Atas dugaan tersebut, Juliari P Batubara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: Kasus Suap Juliari Batubara, KPK Amankan Dokumen Kontrak dan Penyediaan Sembako
Sementara itu, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Adapun Ardian IM dan Harry Sidabukke yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.