Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indeks Persepsi Korupsi RI Turun: Di Bawah Timor Leste dan Pertama sejak 2008

Kompas.com - 29/01/2021, 06:22 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Transparency International Indonesia (TII) merilis skor indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia 2020 yang turun menjadi 37 dari skor 40 pada 2019.

Secara peringkat, posisi Indonesia juga melorot dari peringkat 85 menjadi peringkat 102 dari 180 negara yang diukur oleh IPK-nya.

"Jika tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan ranking 85, ini 2020 kita berada di skor 37 dan ranking 102. Negara yang mempunyai skor dan ranking sama dengan Indonesia adalah Gambia," kata Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko, Kamis (28/1/2021).

Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, IPK Indonesia berada di peringkat lima di bawah Singapura (85), Brunei Darussalam (60), Malaysia (51), dan Timor Leste (40).

Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko mengatakan, turunnya IPK tersebut membuktikan bahwa kebijakan yang bertumpu pada kacamata ekonomi dan investasi tanpa mengindahkan faktor intergritas akan memicu terjadinya korupsi.

Berdasarkan temuan TII, menurunnya skor IPK disebabkan oleh stagnansi pada indikator penyusun IPK yang berhubungan dengan sektor ekonomi, investasi, dan kemudahan berusaha, serta turunnya indikator terkait politik dan demokrasi yang menandakan sektor politik masih rentan terhadap korupsi.

Baca juga: Skor Turun, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Setara Gambia dan di Bawah Timor Leste

"Penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi layanan publik untuk mempermudah proses berusaha," kata Danang.

"Sementara itu, pada sisi demokrasi, penurunan dua poin dikontribusikan pada Varieties of Democracy yang menandakan bahwa korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam sistem politik di Indonesia," kata Danang melanjutkan.

Adapun TII mencatat kenaikan pada indikator penegakan hukum yang dinilai sebagai upaya perbaikan pada penegakan supremasi hukum.

Jangan dianggap biasa

Mantan pimpinan KPK Laode M Syarif mengatakan, turunnya skor IPK harus dipandang serius karena ini kali pertama skor IPK turun sejak 12 tahun terakhir.

Laode mengatakan, skor IPK memang sempat stagnan pada 2017 dengan skor 37 seperti pada tahun sebelumnya, tetapi tidak terjadi penurunan skor.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Turun Pertama Kali sejak 2008, Laode: Jangan Kita Anggap Biasa Saja

"Berarti kita kembali ke 2016, 37, itu lima tahun ke belakang. Jadi jangan kita anggap ini sesuatu yang biasa-biasa saja, ini betul bukan lagi lampu kuning, tapi lampu merah," ujar Laode.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, turunnya IPK ini seolah membantah klaim pemerintah yang selama ini menarasikan penguatan KPK dan pemberantasan korupsi.

"Merosotnya skor CPI 2020 Indonesia semestinya menjadi koreksi keras bagi kebijakan pemberantasan korupsi pemerintah yang selama ini diambil justru memperlemah agenda pemberantasan korupsi," kata Kurnia.

Menurut Kurnia, turunnya IPK dapat dimaknai pada ketidakjelasan orientasi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi.

Terlepas dari revisi UU KPK yang kontroversial, Kurnia menyebut pemerintah dan DPR juga mengundangkan beberapa aturan yang mementingkan kelompok oligarki, seperti UU Cipta Kerja.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Turun, Indonesia Dipersepsikan Tak Konsisten dalam Pemberantasan Korupsi

Sementara itu, legislasi yang dapat menguatkan pemberantasan korupsi, seperti revisi UU Tipikor, RUU Perampasan Aset, dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai, justru tidak dijadikan prioritas.

"Tak bisa dimungkiri, pemerintah maupun DPR hanya mengakomodasi kepentingan elite dalam kerangka investasi ekonomi dan mengesampingkan pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik," kata Kurnia.

Kurnia berpendapat, turunnya IPK juga tak lepas dari menurunnya performa KPK dalam pemberantasan korupsi. Itu terlihat dari jumlah penindakan KPK yang turun pada 2020.

Tanggapan KPK dan pemerintah

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengaku sudah memprediksi IPK Indonesia bakal turun pada 2020.

Prediksi itu didasarkan pada penolakan masyarakat terhadap revisi UU KPK yang dianggap akan melemahkan pemberantasan korupsi.

Prediksi lainnya adalah ketika banyak keputusan pengadilan yang membebaskan ataupun memotong masa hukuman koruptor pada 2020.

Baca juga: Mahfud Duga Turunnya Indeks Persepsi Korupsi Berkaitan dengan Revisi UU KPK

"Tetapi, saya sudah menduga bahwa 'Oh, ini akan menimbulkan persepsi buruk di dunia internasional, dunia hukum mengenai pemberantasan korupsi, melemahnya pemberantasan korupsi'," kata Mahfud.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, turunnya IPK harus menjadi momentum untuk memberantas korupsi di segala sektor.

Sebab, korupsi di sektor ekonomi dan investasi serta sektor politik dan demokrasi yang dianggap menjadi penyebab turunnya IPK tidak dapat diatasi oleh KPK sendiri.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, KPK: Korupsi Beban Bangsa

Ghufron mencontohkan, terkait korupsi di sektor politik, perlu kerja sama dari semua pihak, mulai dari peserta pemilu, penyelenggara pemilu, hingga masyarakat sebagai pemilik hak suara.

"KPK menggambarkan bahwa korupsi itu bukan hanya beban KPK, bukan hanya beban penegak hukum lainnya, tetapi sesungguhnya beban bangsa kita semua," kata Ghufron.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com