JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang sengketa hasil Pemilihan Wali Kota Medan Tahun 2020 pada Rabu (27/1/2021) dengan pemohon pasangan calon nomor urut 1 Akhyar Nasution dan Salman Alfarisi.
Namun, dalam sidang yang disiarkan secara daring itu pihak pemohon tidak hadir baik secara luring ataupun daring.
"Sampai dengan saat ini informasi dari kepaniteraan pemohon nomor 41 (perkara sengketa Wali Kota Medan) belum hadir," kata Hakim Konstitusi Daniel Yusamic Foekh.
Tidak dijelaskan lebih lanjut mengapa pihak Akhyar dan Salman tidak hadir dalam persidangan. Namun, Daniel menegaskan sidang perkara sengketa lainnya akan tetap dilanjutkan.
Baca juga: Akhyar Nasution: Saya Akan Pecahkan Rekor, Jadi Wali Kota Tak Sampai Seminggu
Adapun sidang sengketa hasil Pemilihan Wali Kota Medan dilakukan dalam panel dua bersamaan dengan sidang sengketa Bupati Karo.
Diketahui, Akhyar-Salman menggugat karena ada perbedaan selisih suara antara hasil penetapan KPU dengan hasil penghitungan suara menurut versinya.
Terdapat dua pasangan calon di Pilkada Medan 2020 yaitu pasangan nomor urut 1 adalah Akhyar-Salman.
Sementara nomor urut 2 adalah Bobby Afif Nasution dan Aulia Rachman. Bobby merupakan menantu dari Presiden Joko Widodo.
"Dalam hal ini mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi perihal perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan berdasarkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Medan," demikian kutipan dalam berkas permohonan sebagaimana di lansir dari laman resmi www.mkri.id, Senin (21/12/2020).
Pemohon mengatakan, pada penetapan hasil penghitungan KPU pihaknya mendapat suara 342.580 suara.
Baca juga: Rabu Ini, MK Kembali Sidangkan 35 Perkara Sengketa Pilkada 2020
Sementara Bobby-Aulia mendapatkan 393.327 suara dengan jumlah suara sah dalam pemilihan sebanyak 735.907 suara.
Berdasarkan penghitungan Akhyar-Salman, pihaknya mendapatkan 342.580 suara. Sedangkan, Bobby-Aulia mendapatkan 340.327 suara dengan total suara sah sebanyak 682.907 suara.
Pihak pemohon menilai selisih itu disebabkan adanya dugaan penambahan suara bagi pasangan calon nomor urut 2 sebanyak 53.000 suara di 1.060 tempat pemungutan suara TPS yang tersebar di 15 kecamatan.
Selain itu, pemohon juga menilai adanya dugaan pelanggaran pemungutan struktur pemerintah yang dilakukan oleh aparatur penyelenggara negara.
Baik pemerintah tingkat pusat maupun pemerintah tingkat daerah yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.