Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Korban: Pemerintah Mau atau Tidak Tuntaskan Kasus Tragedi Semanggi

Kompas.com - 01/12/2020, 20:57 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis hak asasi manusia (HAM) sekaligus Keluarga Korban Semanggi I Maria Katarina Sumarsih mempertanyakan kelanjutan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Menurut dia, seharusnya pemerintah tidak sulit untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM karena secara yudisial dapat ditempuh melalui Pengadilan HAM ad hoc.

"Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu adalah kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum UU Pengadilan HAM itu disahkan. Jadi sebelum tahun 2000, maka penyelesaiannya melalui pengadilan HAM ad hoc," kata Sumarsih dalam audiensi virtual bertajuk "Penyelesaian Kasus Semanggi I & II" Selasa (1/12/2020).

Baca juga: 1.796 Surat Desakan agar Jaksa Agung Tuntaskan Kasus Tragedi Semanggi

"Keputusannya mengatakan bahwa untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak ada kesulitan di dalam proses yudisial. Tinggal bagaimana pemerintah ada kemauan untuk menyelesaikan atau tidak?" sambung ibunda Bernardinus Realino Norma Irmawan yang merupakan mahasiswa korban Semanggi I ini.

Audiensi virtual ini turut dihadiri Anggota Komisi 3 DPR RI Arsul Sani yang juga menyatakan tanggapannya terkait penyelesaian kasus Semanggi I dan II.

Sebelum Sumarsih berpendapat, Arsul lebih dulu mengungkapkan kesulitan yang dihadapi DPR dalam menyuarakan aspirasi masyarakat kepada pemerintah, terkhusus keluarga korban Semanggi I dan II.

Salah satu hal yang ia sebut, karena DPR merupakan lembaga politik yang berbeda dengan lembaga hukum.

"DPR ini lembaga politik, beda dengan lembaga hukum di mana fokusnya itu pada hal-hal yang secara politis itu dinilai lebih strategis. Lalu realitasnya yang ada, pertama, di DPR Komisi 3 itu semua orang baru. Tentu kami bisa membongkar arsip-arsip lama, tapi itu juga butuh waktu lama," ujarnya.

Kedua, ia mengatakan bahwa posisi DPR yang merupakan lembaga legislatif tidak bisa memaksakan political will yang ada di lembaga eksekutif.

Mendengar jawaban Arsul, Sumarsih pun semakin meragukan keinginan pemerintah untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Menurut dia, seharusnya jika DPR memang mewakili rakyat dan bukan mewakili partai politik, tak semestinya Arsul menjawab demikian.

"Seperti yang dikatakan Pak Arsul tadi bahwa mau diselesaikan atau tidak itu tergantung kemauan politik. Tetapi mestinya kalau memang DPR itu anggotanya adalah mewakili rakyat, bukan mewakili partai politik. Mestinya jawabannya tidak seperti itu," ucapnya.

"Mestinya, kita harus sama-sama perbaiki mengenai penegakan hukum dan HAM ini yang sekarang semuanya mandeg, ketika kasus-kasus pelanggaran HAM berat tidak diselesaikan," sambung dia.

Sumarsih juga menilai, kasus yang tak kunjung dituntaskan itu berakibat pada berubahnya bentuk kekerasan pelanggaran HAM di Indonesia.

Ia menyebut, dulu bentuk kekerasan dilakukan oleh aparat ke warga sipil, sedangkan saat ini tak jarang warga sipil juga melakukan kekerasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com