Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung Akan Banding Putusan PTUN soal Tragedi Semanggi, Komjak: Hak Semua Orang

Kompas.com - 08/11/2020, 22:02 WIB
Diamanty Meiliana

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Kejaksaan mendukung upaya banding Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengenai putusan pengadilan PTUN yang menyatakan ucapan Burhanuddin 'peristiwa Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat' adalah perbuatan melawan hukum.

"Upaya hukum banding adalah hak setiap orang yang diatur oleh mekanisme hukum. Jadi kita wajib menghargai dan menghormati upaya hukum ini," kata Ketua Komjak Barita Simanjuntak saat dikonfirmasi, Minggu (8/11/2020), dikutip dari Tribunnews.com.

Menurut Barita, pernyataan yang diucapkan oleh ST Burhanuddin dalam rapat dengar pendapat di DPR RI bukan objek gugatan PTUN.

Pasalnya, materi yang digugat belum berupa surat keputusan resmi yang dikeluarkan oleh korps Adhyaksa.

Baca juga: Kontras Minta Jaksa Agung Patuhi Putusan PTUN

Namun demikian, ia mengaku belum membaca putusan pengadilan PTUN terkait kasus tersebut.

Termasuk, pertimbangan hakim yang akhirnya memutuskan Burhanuddin bersalah atas pernyataannya tersebut.

"Detailnya saya belum baca putusannya secara komprehensif menyangkut apa substansinya gugatan, substansi putusan, bagaimana pertimbangan hukum hakimnya, serta kaitan apa konteks konsekuensinya. Sebab kalau putusan PTUN kan harus ada putusan tata usaha negara yang digugat yang memenuhi syarat konkrit, individual dan final," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI telah memutuskan akan mengajukan banding terkait Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memutuskan Jaksa Agung RI ST Burhannudin dinyatakan bersalah terkait pernyataan 'Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat'.

Baca juga: Soal Putusan PTUN, Kontras Nilai Jaksa Agung Langgar Sejumlah Aturan Perundangan

"Kami 14 hari harus mengajukan keberatan ini. Kita sudah finalisasi dan tinggal merapikan saja dan atas memori banding itu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan itu akan dikirimkan ke pengadilan tinggi tata usaha negara," kata Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara (JAM Datun), Ferry Wibisono di Kejagung RI, Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Ferry menjelaskan bahwa hakim dituding telah membuat banyak keputusan yang keliru dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Satu di antaranya perihal tak ada peraturan yang dilanggar oleh Jaksa Agung soal pernyataan itu.

"Peraturan mana yang dilanggar dalam substansi tersebut. Tetapi hakim tidak menunjukkan pasal mana yang dilanggar dalam putusan itu karena memang tidak ada peraturan yang dilanggar. Jadi hakim memformulasikan berdasarkan keyakinan saja tanpa alat bukti yang memadai dan kemudian lalai dalam menjalankan kewajibannya dan membuat pertimbangan yang tidak benar terkait perbuatan hukum mana yang dilanggar Jaksa Agung," jelasnya.

Baca juga: Usai Putusan PTUN, Jaksa Agung Diminta Lebih Optimal Tuntaskan Pelanggaran HAM

Tak hanya itu, Ferry juga menyinggung pihak penggugat dinilai tidak memenuhi syarat kepentingan dalam mengajukan gugatan ke PTUN.

Menurutnya, orang tua korban 1998 sebagai penggugat tidak memiliki kepentingan menjawab pernyataan Jaksa Agung di Rapat Kerja DPR RI.

"Kepentingan penggugat (orang tua korban) adalah pada penanganan perkara HAM berat. Bukan pada proses jawab menjawab pada rapat kerja DPR RI," jelasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com