JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluruskan sejarah peristiwa 1965.
Mega menilai, rentetan sejarah peristiwa 1965 banyak dipotong dan disambung semaunya serta diputarbalikan dari kisah semestinya.
Menanggapi hal itu, Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (Kepala BKHM) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani mengatakan, pembuatan kurikulum dilalui dengan proses panjang disertai diskusi intensif yang melibatkan pakar.
“Dalam proses penyiapan serta penetapannya senantiasa melalui proses diskusi intensif dengan para pakar sebagai upaya untuk menciptakan kurikulum terbaik,” kata Evy Mulyani saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/11/2020).
Baca juga: Megawati: Tak Bisakah Sejarah 1965 Diluruskan Kembali?
Selain melibatkan pakar, kata Evy, kurikulum berasal dari berbagai sumber, termasuk tulisan dan buku.
Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan berbicara soal peristiwa 1965 yang dianggap telah diputarbalikkan dari kisah semestinya.
Ia pun meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk meluruskan tulisan sejarah 1965 yang bertalian erat dengan Presiden pertama RI, Soekarno di berbagai buku dan sumber bacaan lainnya.
"Sampai saya lihat ini mau diapain sih sejarah bangsa ini? Hanya permintaan saya itu bahwa tidakkah bisa diluruskan kembali? Seorang yang bisa memerdekakan bangsa ini," kata Mega dalam Pembukaan Pameran Daring Bung Karno dan Buku-bukunya, Selasa (24/11/2020).
Menurut Mega, rentetan sejarah 1965 telah banyak dipotong dan disambung semaunya. Mega berharap, para sejarawan bersuara untuk meluruskan kekeliruan sejarah tersebut.
"Tahun '65 begitu, menurut saya seperti sejarah itu dipotong, disambung, dan ini dihapus. Itu menurut saya. Bagaimana para cendekiawan tidak bisa menyuarakan hal ini yang menurut saya padahal itu tonggak sejarah perjuangan bangsa," ujar dia.
Baca juga: Megawati Usul ke Nadiem Buku Karya Bung Karno Jadi Kurikulum Baca di Sekolah
Dia mengatakan, membicarakan sejarah 1965 dan Soekarno seolah menjadi tabu. Padahal, kata Mega, Soekarno merupakan bapak bangsa yang mendirikan Indonesia.
Mega mengenang sosok sang ayah sebagai pemikir brilian. Ia mencontohkan gagasan Soekarno dalam menggelar Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika 1995.
Menurut dia, Soekarno layak dijadikan panutan atas pemikiran-pemikiran besarnya itu.
"Bukankah itu pikiran yang brilian dari seorang manusia yang ingin memerdekakan bangsa-bangsa di dunia? So, kalau saya begini kan kelihatan ah, Ibu Mega membesar-besarkan bapaknya. Tidak. Fakta, fakta," ujar Mega.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.