Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Nilai UU Cipta Kerja Kebiri Hak Atas Informasi

Kompas.com - 06/11/2020, 20:14 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati menilai, Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengebiri hak atas informasi masyarakat terkait lingkungan.

Informasi yang dimaksud yakni dampak positif dan negatif terkait pembangunan yang dilakukan pemerintah atau perusahaan di lingkungan masyarakat.

“Kalau kita perhatikan ya, omnibus law yang ada saat ini, itu benar-benar mengebiri hak-hak prinsipil yang merupakan prasarat dari demokrasi lingkungan hidup,” ujar Nur Hidayati dalam diskusi bertajuk ‘Demokrasi Lingkungan: Kemunduran Demokrasi dan Perlindungan Lingkungan Hidup di Indonesia’, Jumat (6/11/2020).

Menurut Yaya, sapaan akrab Nur Hidayati, dikuranginya hak-hak masyarakat dalam memperoleh informasi tentang lingkungan ini adalah bentuk kemunduran dalam demokrasi lingkungan hidup.

Baca juga: Perbaikan Salah Ketik UU Cipta Kerja, Pakar Hukum: Sebaiknya Terbitkan Perppu

Sebab, hak atas informasi, secara normatif itu sudah dijabarkan dengan detail bahkan sejak tahun 1982 dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Disitu, sebenarnya sudah ada point-point soal partisipasi masyarakat, yang dalam Undang-undang berikutnya mengalami penyempurnaan karena berbagai kasus atau temuan dilapangan,” ucap Yaya.

Yaya menuturkan, dalam Undang-undang Cipta Kerja, secara normatif atau di atas kertas memang memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait lingkungan. Namun, dalam prosesnya masyarakat hanya bisa memperoleh informasi melalui online.

“Bayangkan gitu ya, masyarakat adat, masyarakat lokal, yang jauh dari akses informasi, akses telekomunikasi, internet, bagaimana mereka caranya memperoleh akses tersebut,” ujar Yaya.

“Dengan yang ada sekarang saja, hak tersebut secara normatif itu diakui saja sering tidak terpenuhi,” tutur dia

Selain hak informasi, Yaya menambahkan, dalam UU Cipta Kerja masyarakat juga dibatasi dalam hak partisipasi, misalnya terkait Amdal (analisis dampak lingkungan).

“Ini saya hanya bicara soal Amdal saja, Karena Amdal ini menurut saya cukup krusial ya karena disinilah sebenarnya proses resmi negara,” ucap Yaya.

Baca juga: UU Cipta Kerja Jadi Undang-undang Pertama yang Salah Ketik Setelah Diteken Presiden

Yaya mengatakan, dalam UU Cipta Kerja, partisipasi masyarakat dalam keterlibatan mengelola Amdal dikurangi.

Kewenangan tersebut ditarik ke pemerintah pusat. Sehingga, masyarakat yang terdampak kerusakan lingkungan hanya bisa mengkonsultasikan ke pemerintah.

“Padahal dokumen Amdal itu, dokumen yang sangat teknis. Kajian-kajian itu, kajian-kajian ilmiah, kajian tersebut memberikan pandangan yang cukup balance tentang apa dampak positif dan negatif, nah ini semua dihilangkan,” ujar Yaya.

“Jadi, kita bisa lihat kedepan itu masyarakat semakin dipinggirkan, padahal katanya omnibus law ini kan dibikin untuk mensejahterakan masyarakat, tapi kenapa masyarakat sebagai stakeholders utama seharusnya, malah justru enggak dilibatkan,” tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com