Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ungkap Sebab UU Cipta Kerja Salah Ketik, Istana: Omnibus Tak Familiar

Kompas.com - 06/11/2020, 15:05 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono mengakui adanya sejumlah kesalahan pengetikan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dini berdalih, kesalahan itu muncul karena ada beberapa situsi yang menciptakan kekeliruan ini.

"Ada beberapa hal yang menurut saya membuat situasinya itu kondusif untuk membuat banyaknya kesalahan ini," kata Dini dalam acara Rosi yang ditayangkan YouTube Kompas TV, Kamis (5/11/2020).

Baca juga: Yusril Ragu Kesalahan Ketik UU Cipta Kerja Bisa Diuji ke MK

Situasi yang dimaksud Dini misalnya, sifat omnibus dari Undang-undang Cipta Kerja itu sendiri.

Dini mengatakan, UU Cipta Kerja merupakan undang-undang pertama di Indonesia yang bersifat omnibus atau penggabungan dari berbagai UU.

Medan pembentukan UU Cipta Kerja dinilai sangat sulit lantaran menggabungkan 79 undang-undang dengan materi muatan yang berbeda-beda.

"Satu, memang tidak ada yang familiar, tidak ada yang pernah melakukan undang-undang dengan metodologi omnibus yang seperti ini. Kedua, adalah muatannya itu tadi," ujar Dini.

Dini juga berdalih bahwa situasi pandemi Covid-19 berkontribusi pada munculnya kesalahan pengetikan di UU Cipta Kerja. Menurut dia, ada sejumlah staf di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) yang positif Covid-19 sehingga mengganggu jalannya kinerja.

Baca juga: Stafsus Presiden Sebut Perppu Bukan Solusi Atasi Kesalahan Dalam UU Cipta Kerja

Selain itu, waktu yang mendesak juga jadi alasan munculnya kesalahan. Dini menyebut, Kemensetneg hanya punya waktu dua sampai tiga hari untuk merampungkan draf final UU Cipta Kerja sebelum diteken presiden.

"Bahkan mereka bekerja selama weekend, sif-sifan karena Covid tersebut. Berusaha untuk meng-clean-kan naskah ini karena memang presiden sendiri dia kepenginnya adalah semuanya cepat membaca undang-undang ini," katanya.

Dini menyebut bahwa kesalahan pengetikan dalam UU Cipta Kerja bersifat redaksional. Hal ini diklaim tak berpengaruh pada substansi maupun implementasi UU tersebut.

Meski begitu, Dini mengaku, pihaknya tak bermaksud menggampangkan kesalahan yang ada di undang-undang ini.

"Kita akui mungkin bahwa strategi timeline-nya ini kurang karena mungkin memang harus diakui agak kewalahan berbagai pihak karena apa, karena tidak familiar dengan metode ini," kata dia.

Baca juga: Istana Sebut Salah Ketik di UU Cipta Kerja Hanya Masalah Administrasi

Sebelumnya, pemerintah telah mengakui adanya kesalahan pengetikan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hal itu diklaim pemerintah sebagai kekeliruan teknis administratif saja sehingga tak berpengaruh pada implementasi UU Cipta Kerja.

"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com