JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi diminta transparan dalam melakukan penyidikan kasus pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya, Papua.
"Aparat kepolisian itu harus transparan mengenai proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan. Jadi transparan kepada publik dan juga transparan ke keluarga korban," kata staf Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldy ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (3/11/2020).
Hal itu terkait dengan adanya dugaan keterlibatan oknum TNI dalam peristiwa tersebut seperti tertuang dalam laporan Komnas HAM.
Baca juga: Membandingkan Temuan TGPF dan Komnas HAM soal Kematian Pendeta Yeremia
Menurut Andi, tidak hanya prajurit di lapangan yang perlu mempertanggungjawabkan tindakannya.
Akan tetapi, Kontras meminta agar atasan langsung dari prajurit yang diduga melakukan penembakan juga ikut dihukum.
"Jadi pemerintah, melalui kepolisian maupun TNI, harus menyasar juga pertanggungjawaban komando dari peristiwa ini," tutur dia.
Idealnya, menurut Kontras, para pelaku diadili di peradilan umum dan bukan peradilan militer.
Akan tetapi, selama ini anggota TNI tunduk kepada pengadilan militer sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Baca juga: YLBHI: Tak Boleh Ingkari Fakta dalam Kasus Penembakan Pendeta Yeremia
Andi pun menilai kasus tersebut sekaligus menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan revisi peraturan mengenai peradilan militer.
"Saya pikir enggak ada yang sulit untuk merevisi karena sebetulnya dari mekanisme yang ada, Presiden bisa mengeluarkan Perppu dalam waktu beberapa hari misalnya, perppu soal revisi peradilan militer," ucapnya.
"Tinggal kemauan atau keinginan kuat dari pemerintah untuk membereskan persoalan ini," kata Andi.
Diberitakan, dalam laporan Komnas HAM, pelaku langsung penyiksaan dan/atau pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) terhadap Pendeta Yeremia diduga adalah petinggi TNI Koramil Hitadipa.
Baca juga: Temuan Komnas HAM: Pendeta Yeremia Disiksa, Keterlibatan TNI, dan Hilangnya Proyektil Peluru
Berdasarkan temuan Komnas HAM, tindakan kekerasan yang dialami Pendeta Yeremia diduga untuk memperoleh keterangan korban terkait keberadaan senjata yang dirampas TPNPB/OPM.
Proses pencairan senjata dilakukan pasca-tewasnya seorang anggota TNI bernama Serka Sahlan yang senjatanya dirampas oleh TPNPB/OPM.
Sementara, penyidikan yang dilakukan aparat kepolisian belum mengarah kepada terduga pelaku.
Menurut polisi, proses autopsi terhadap jenazah korban belum dilakukan sehingga masih terlalu dini untuk menyimpulkan pelakunya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.