JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberantasan korupsi dinilai menjadi salah satu pekerjaan rumah terbesar bagi Pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin yang telah berusia satu tahun. Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan 54,4 persen responden dan 10,2 persen responden mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Mar'ruf.
Survei yang sama menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) jadi salah satu persoalan bidang penegakan hukum yang paling mendesak diselesaikan dengan angka 41,4 persen.
Baca juga: Survei Litbang Kompas soal Setahun Jokowi-Maruf: Pemberantasan KKN Mendesak Diselesaikan
Dalam tahun pertama Jokowi-Ma'ruf, kekhawatiran publik akan melemahnya KPK imbas revisi UU KPK menjadi nyata bila melihat lesunya kinerja penindakan KPK. Pimpinan KPK periode 2019-2023 yang dilantik Jokowi pada 20 Desember 2019 pun justru lebih menimbulkan kontroversi ketimbang unjuk gigi memberantas korupsi.
Kasus penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan juga berakhir antiklimaks setelah dua penyerangnya divonis ringan dan auktor intelektualis penyerangan Novel tak terungkap.
Revisi UU KPK terbukti melemahkan KPK
Pelemahan KPK imbas revisi Undang-Undang KPK yang dikhawatirkan publik dinilai telah menjadi kenyataan. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zaenur Rohman mengatakan, melemahnya KPK tercermin dari tidak adanya kasus kakap yang kini ditangani lembaga antirasuah itu.
"KPK lumpuh itu dibuktikan dengan tidak ada satu pun kasus strategis atau kasus kakap yang ditangani KPK, dalam satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf ini KPK lumpuh," kata Zaenur, Selasa (20/10/2020).
Baca juga: 100 Hari Jokowi-Maruf, Pelemahan KPK Dinilai Semakin Terasa...
Selain minimnya kasus kakap yang ditangani, kegiatan penindakan KPK melalui operasi tangkap tangan juga lesu.
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, KPK tercatat hanya menggelar tiga kali operasi tangkap tangan yakni saat menangkap Bupati Sidoarjo Saiful Illah pada Selasa (7/1/2020), Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1/2020), dan Bupati Kutai Timur Ismunandar pada Kamis (2/7/2020).
OTT terhadap Wahyu pun bukannya tanpa cela karena sampai saat ini KPK masih memburu eks caleg PDI-P Harun Masiku yang lolos dari pengejaran. Misteri keberadaan Harun juga sempat membuat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mendapat sorotan.
Sebab, Kementerian Hukum dan HAM tidak mendeteksi kedatangan Harun di Bandara Soekarno-Hatta pada Selasa (7/1/2020), satu hari sebelum OTT dilaksanakan.
Penyidik KPK Novel Baswedan mengakui revisi UU KPK tersebut menghambat kinerja penindakan KPK. Sebab, kegiatan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan kini harus seizin Dewan Pengawas KPK.
Baca juga: Bersaksi di Sidang MK, Novel Baswedan Sebut KPK Tak Berdaya Setelah UU Direvisi
Menurut Novel, diperlukannya izin itu membuat kerja para penyidik menjadi lebih panjang dan menyebabkan bukti-bukti tak bisa didapatkan secara cepat. Padahal, dalam bekerja, KPK harus merespons dengan segera. Jika tidak, muncul potensi hilangnya barang bukti.
"Dengan adanya proses yang harus ada izin, tidak diberikan ruang untuk melakukan tindakan terlebih dahulu sekalipun untuk hal yang mendesak contohnya setelah OTT atau tindakan-tindakan yang perlu mendesak ketika mencari tersangka yang melarikan diri. Ini menjadi hambatan," ujar Novel saat bersaksi di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/9/2020).
KPK mencatat telah membuka 43 perkara penyidikan perkara baru dan menetapkan 53 tersangka sepanjang semester 1 2020.
Baca juga: ICW: Kinerja KPK pada Semester I-2020 Terjun Bebas