Penyelesaian kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan juga turut mewarnai satu tahun pertama pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Polri menangkap dua tersangka penyerangan Novel yang merupakan dua polisi aktif, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, Kamis (26/12/2020).
Penangkapan dua tersangka itu seolah memberi harapan karena kasus penyerangan Novel tidak menemukan titik terang meski sudah berlalu hampir 3 tahun saat itu.
Baca juga: 5 Kejanggalan dalam Kasus Penyerangan Novel Baswedan Menurut Pukat UGM
Namun, bukannya mendapat titik terang, proses hukum terhadap kedua tersangka justru dihiasi beragam kejanggalan ketika sudah memasuki persidangan.
Kejanggalan tersebut antara lain bantuan hukum dari Polri untuk kedua terdakwa, tidak dihadirkannya saksi kunci, hingga sikap jaksa penuntut umum yang dinilai tidak berusaha membuktikan bahwa penyerangan dilakukan secara sistematis. Kejanggalan-kejanggalan itu mencapai puncaknya ketika JPU hanya menuntut ringan kedua terdakwa, yakni satu tahun hukuman penjara.
Selain tuntutan yang ringan, JPU kasus Novel juga disorot karena menyebut perbuatan kedua terdakwa yang menyebabkan kebutaan pada mata Novel merupakan ketidaksengajaan.
"Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan tapi di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi," kata jaksa dalam sidang tuntutan, Kamis (11/6/2020).
Baca juga: 9 Kejanggalan dalam Sidang Kasus Penyerangan Novel Baswedan Menurut Tim Advokasi
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menghukum Rahmat dan Ronny masing-masing 2 tahun dan 1,5 tahun penjara.
Novel menyatakan hasil persidangan tersebut merupakan bukti negara tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
"Saya tidak ingin katakan bahwa ini adalah kemenangan para penjahat dan koruptor. Tapi saya khawatir akhir persidangan ini adalah cerminan yang nyata bahwa negara benar-benar tidak berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi," kata Novel, Kamis (16/7/2020)
Tim Advokasi Novel pun mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta Independen guna mengungkap auktor intelektualis di balik penyerangan Novel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.