Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaster Ketenagakerjaan Kembali Dibahas, Buruh Ancam Mogok Nasional

Kompas.com - 27/09/2020, 14:24 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah konfederasi dan serikat buruh mengancam akan melakukan mogok nasional menyusul dilanjutkannya pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf omnibus law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR.

Aksi tersebut akan dilakukan buruh yang bernaung di bawah bendera Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani Nena, dan 32 federasi buruh lainnya.

"KSPI bersama 32 konfederasi dan federasi yang lain sedang mempertimbangkan untuk melakukan mogok nasional sesuai mekanisme konstitusi," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (27/9/2020).

Baca juga: Baleg DPR: Sanksi Pidana Tak Dibahas dalam Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja

Tak hanya itu, buruh juga mengancam akan melakukan demo besar-besaran yang akan diikuti berbagai elemen masyarakat meliputi mahasiswa, petani, nelayan, masyarakat sipil, masyarakat adat, penggiat lingkungan hidup, hingga penggiat HAM.

Oleh karena itu, KSPI mendesak DPR RI untuk segera menghentikan pembahasan klaster ketenagakerjaan dan tidak mempunyai target waktu atau kejar tayang dalam melakukan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.

Said mendesak agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.

Selain itu, serikat pekerja juga meminta tidak ada pasal-pasal di dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah maupun dikurangi.

Menurutnya, jika ada permasalahan perburuhan yang belum diatur dalam aturan tersebut, maka sebaiknya pemerintah dan DPR berdialog.

"Oleh karena itu, buruh Indonesia mendesak Panja Baleg DPR RI untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja. Karena setelah kami mengikuti pembahasan dalam dua hari ini, sangat besar kemungkinannya akan terjadi pengurangan hak-hak buruh yang diatur dalam pasal-pasal di UU Nomor 13 Tahun 2003," kata Said.

Di samping itu, Said meyakini bahwa sudah hampir bisa dipastikan dalam pembahasan ini terjadi kejar tayang antara pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020.

"KSPI dan buruh Indonesia menolak keras sistem kejar tayang yang dipaksakan oleh pemerintah dan DPR RI, di mana omnibus law akan disahkan pada tanggal 8 Oktober 2020," tegas pria yang juga menjadi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini.

Sebelumnya diberitakan, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah membahas klaster ketenagakerjaan di Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/9/2020) malam.

Baca juga: Sikap Fraksi-fraksi di DPR soal Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja

Rapat ini dipimpin Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dan perwakilan pemerintah yang dihadiri Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Anwar Sanusi.

"Seluruh anggota Panja, malam hari ini kita akan mendengar dulu alasan atau urgensi terhadap klaster ketenagakerjaan masuk di dalam RUU Cipta Kerja," kata Supratman.

Supratman berharap, klaster ketenagakerjaan dapat memudahkan iklim investasi dan memberikan perlindungan yang cukup baik bagi para pekerja dari pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com