Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaster Ketenagakerjaan Kembali Dibahas, Buruh: DPR Mewakili Rakyat atau Pengusaha?

Kompas.com - 25/09/2020, 15:00 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) menyayangkan langkah DPR dan pemerintah yang melanjutkan pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf omnibus law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja.

Wakil Ketua KPBI Jumisih mempertanyakan sikap DPR tersebut di tengah masifnya penolakan masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja.

"Sebenarnya DPR mewakili rakyat apa mewakili para pengusaha ?" kata Jumisih saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/9/2020).

Baca juga: Konfederasi Persatuan Buruh: Hentikan Pembahasan RUU Cipta Kerja

Jumisih mengatakan, DPR sangat keras kepala terkait keputusan terhadap pembahasan RUU Cipta Kerja.

Sikap DPR tersebut tak berubah kendati seluruh elemen masyarakat secara gamblang meminta pembahasan rancangan aturan sapu jagat tersebut segera dihentikan.

Apalagi, elemen masyarakat yang telah menyatakan sikap penolakannya merupakan kelompok yang pada dasarnya tidak bisa diabaikan DPR. Mulai dari buruh, mahasiswa, petani, akademisi, hingga Komnas HAM.

"DPR ini ngeyel banget, enggak mendengarkan aspirasi publik, sudah banyak kelompok melakukan penolakan, tetap saja melaju tanpa lihat kondisi kiri-kanan," tegas dia.

Baca juga: PP Muhammadiyah Minta DPR Tunda Pembahasan RUU Cipta Kerja

Sebelumnya diberitakan, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah mengagendakan pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja, Jumat (25/9/2020).

Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya mengatakan, agenda rapat dimulai pukul 10.00 WIB. Ia memastikan rapat digelar terbuka.

"Besok jam 10 (pagi), terbuka," ujarnya saat dihubungi, Kamis (24/9/2020).

Rapat pembahasan RUU Cipta Kerja terus dikebut DPR dan pemerintah meski berbagai pihak telah menyuarakan penolakan.

Klaster ketenagakerjaan utamanya menjadi sorotan publik karena dianggap merugikan pekerja dan mengutamakan kepentingan pebisnis atau investor.

Hak-hak pekerja, seperti cuti dan libur, dikurangi melalui RUU Cipta Kerja.

Baca juga: RUU Cipta Kerja, Pemerintah Sebut Harga Lahan hingga Upah Buruh Penghambat Investor

Pada Agustus lalu, DPR membentuk tim perumus RUU Cipta Kerja bersama sejumlah serikat buruh sebagai respons atas penolakan massa buruh dan pekerja terhadap klaster ketenagakerjaan.

Setelah dua hari menggelar rapat, yaitu pada 20-21 Agustus, tim perumus menghasilkan empat kesepakatan soal klaster ketenagakerjaan.

Salah satu kesepakatannya, yaitu materi klaster ketenagakerjaan yang mengatur soal perjanjian kerja waktu tertentu, upah, pesangon, hubungan kerja, PHK, jaminan sosial, dan penyelesaian hubungan industrial mesti berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Berbagai Kontradiksi di Balik RUU Cipta Kerja

Presiden KSPI Said Iqbal berharap aspirasi serikat buruh betul-betul didengarkan DPR dan disampaikan kepada pemerintah saat rapat pembahasan klaster ketenagakerjaan.

Namun di lain sisi, ia masih berharap klaster ketenagakerjaan bisa dicabut dari RUU Cipta Kerja.

"Bagi kami DPR sudah bekerja menampung aspirasi rakyat. Tentang hasil kami akan ikuti terus dengan sungguh-sungguh, karena bagi kami hasil juga penting. Tapi setidak-tidaknya proses untuk menampung, bahan inisiasi tim perumus ini diinisiasi Pak Willy (Wakil Ketua Baleg Willy Aditya), tim besarnya inisiasi Pak Dasco (Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco), kami mengapresiasi," kata Said, Jumat (21/8/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com