JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada 20 koruptor yang mendapat keringanan hukuman setelah peninjauan kembali (PK) mereka dikabulkan Mahkamah Agung.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK menyayangkan obral pemotongan hukuman tersebut karena dapat mengurangi efek jera serta menyuburkan praktik korupsi di Indonesia.
"Efek jera yang diharapkan dari para pelaku korupsi tidak akan membuahkan hasil. Ini akan semakin memperparah berkembangnya pelaku korupsi di Indonesia," kata Ali, Senin (21/9/2020).
Ali menuturkan, sekalipun setiap putusan majelis hakim haruslah dihormati, KPK berharap fenomena ini tidak berkepanjangan.
Baca juga: Disebut Sering Sunat Hukuman Koruptor, MA: PK yang Ditolak Jauh Lebih Banyak
Selain mengurangi efek jera, fenomena pemotongan hukuman tersebut juga dinilai dapat menciptakan citra buruk bagi lembaga peradilan di mata publik.
"Fenomena ini juga akan memberikan image buruk dihadapan masyarakat yang makin kritis terhadap putusan peradilan yang pada gilirannya tingkat kepercayaan publik atas lembaga peradilan pun semakin tergerus," kata Ali.
Oleh sebab itu, Ali menegaskan, perlu ada komitmen kuat dari seluruh pihak untuk memberantas korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
"Dimulai dari pimpinan negara ini hingga penegak hukum harus memiliki visi yang sama utamanya dalam upaya pemberantasan korupsi," ujar Ali.
Baca juga: KPK Sebut 20 Koruptor Dikurangi Hukumannya oleh MA, Ini Daftarnya...
Senada dengan KPK, peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana meminta Ketua MA agar menaruh pethatian terhadap perkara yang diputus lebih ringan pada tingkat PK.
Menurut Kurnia, maraknya pengurangan hukuman para koruptor disebabkan tak adanya sosok hakim agung yang ditakuti para koruptor seperti Artidjo Alkostar yang tak segan-segan memberi hukuman lebih berat.
"Para koruptor memanfaatkan ketiadaan Artidjo itu sebagai salah satu peluang besar untuk dapat menerima berbagai pengurangan hukuman di MA," kata dia.
Pembelaan MA
Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro menepis anggapan MA mengistimewakan koruptor dengan memberi hukuman lebih ringan pada tingkat PK.
Andi pun mengklaim jumlah PK kasus korupsi yang dikabulkan oleh MA tidak sebanyak PK yang ditolak oleh MA.
Baca juga: KPK Sayangkan MA yang Kerap Menyunat Hukuman Koruptor
"Janganlah kami (MA) dituding mengistimewakan terpidana korupsi dan tidak peka terhadap pemberantasan korupsi. Lagipula bila diteliti sebenarnya jumlah perkara PK yang ditolak jauh lebih banyak dibanding dengan yang dikabulkan," kata Andi.