Sejalan dengan peningkatan jumlah kasus positif, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan adanya peningkatan keterpakaian tempat tidur isolasi pada Agustus dan September, jika dibandingkan bulan Juli.
Persentase keterpakaian tempat tidur tertinggi berada di provinsi Bali, DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Jawa Tengah.
Sedangkan persentase keterpakaian ruang ICU dengan pasien yang dirawat per provinsi paling banyak berada di DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Kalimantan Selatan.
"Dalam penanganan Covid-19 ini, Satgas Covid-19 telah berkoordinasi dengan Kemenkes dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), " kata Wiku.
"Secara bersama-sama meningkatkan kemampuan dari rumah sakit, khususnya tempat tidur, isolasi, dan ICU dengan cara redistribusi dari pasien-pasiennya agar tidak melebihi 60 persen," lanjut dia.
Sejak awal pandemi, sejumlah pihak telah menyusun prediksi dan target penanganan Covid-19.
Baca juga: Enam Bulan Pandemi Covid-19: Sulitnya Mengubah Perilaku Masyarakat...
Namun, seluruh prediksi itu meleset. Menurut Pandu Riono, hal itu dikarenakan respons pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 tidak terkoordinasi dengan baik.
"Respons pemerintah kita atas pandemi Covid-19 tak terkoordinasi dengan baik. Sehingga sampai saat ini rencana pemerintah meleset semua," ujar Pandu ketika dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (3/9/2020).
Dia mencontohkan, sejak awal pemerintah tidak fokus kepada proses testing menggunakan metode real time PCR. Saat itu, malah marak dilaksanakan rapid test.
Padahal, menurutnya metode swab test PCR memiliki tingkat akurasi yang lebih tepat jika dibandingkan dengan rapid test.
Baca juga: Enam Bulan Pandemi Covid-19 dan Wacana Pemprov DKI Tiadakan Isolasi Mandiri
Jika metode testing yang dilakukan lebih akurat, penanganan pasien Covid-19 dan pemetaan kasus bisa dilakukan dengan cepat sehingga sebaran kasus bisa ditekan.
Selain itu, kata Pandu, pada awalnya pemerintah sempat menganggap memakai masker tidak penting dilakukan.
Padahal, menurutnya masker merupakan alat pelindung yang ampuh untuk mencegah paparan droplet dari individu yang terinfeksi Covid-19.
Pada akhirnya, saat ini masyarakat masih banyak yang sulit beradaptasi untuk disiplin memakai masker.
Kedua kondisi di atas menurut Pandu mempengaruhi banyaknya penularan Covid-19 yang terjadi di masa normal baru.
"Sebab sebenarnya, jika masyarakat disiplin memakai masker, menerapkan protokol kesehatan dan didukung testing yang masif, angka positif bisa ditekan," tutur Pandu.
Baca juga: Enam Bulan Pandemi, IDI Sebut 100 Dokter Telah Wafat akibat Covid-19
Namun, saat ini banyak masyarakat yang mulai lalai atau jenuh karena sejak awal pemerintah seakan tidak serius merespons pandemi Covid-19.
Pada saat ada kondisi tertentu yang menyebabkan mobilitas masyarakat seperti libur panjang, potensi penularan menjadi lebih besar dan menyebabkan lonjakan kasus konfirmasi positif.