JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memandang, ada enam prinsip dan substansi pasal-pasal dalam rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme.
"Pertama, tugas TNI dalam menjalankan tugas operasi militer, selain perang, untuk mengatasi aksi terorisme, fungsinya hanya penindakan," ujar peneliti sekaligus Direktur Imparsial, Al Araf dalam keterangan tertulis, Minggu (2/8/2020).
Menurut Araf, fungsi penindakan itu sifatnya terbatas, yakni untuk menangani pembajakan pesawat, kapal atau terorisme di dalam kantor perwakilan negara sahabat.
Ia menilai ruang lingkup penindakan oleh TNI tidak perlu terlibat dalam penanganan terorisme pada obyek vital strategis.
Baca juga: Rancangan Perpres soal Pelibatan TNI Berantas Terorisme Dinilai Berpotensi Melanggar HAM
Misalnya, dalam hal ancaman terorisme terhadap presiden yang sifatnya harus aktual.
Selain itu, eskalasi ancaman tinggi harus dimaknai terjadi pada saat darurat militer, bukan pada kondisi tertib sipil.
Araf menuturkan, TNI tidak perlu memiliki fungsi penangkalan dan pemulihan dalam penanganan aksi terorisme.
"Pemberian fungsi penangkalan dan pemulihan sebagaiman diatur dalam draf lama rancangan Perpres terlalu berlebihan dan mengancam negara hukum dan HAM," katanya.
Kemudian prinsip kedua adalah penggunaan dan pengerahan TNI harus atas dasar keputusan politik negara, yakni keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR.
Hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 5 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Menurutnya, keputusan itu harus dibuat secara tertulis oleh Presiden sehingga jelas tentang maksud, tujuan, waktu, anggaran, dan jumlah pasukan dalam pelibatannya.
Ketiga, pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme di dalam negeri merupakan pilihan terakhir. Yakni dilakukan jika kapasitas penegak hukum sudah tidak bisa mengatasi aksi terorisme tersebut.
Keempat, pelibatan TNI itu sifatnya sementara dan dalam jangka waktu tertentu.
Pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme tidak boleh bersifat permanen karena tugas utama TNI sejatinya adalah dipersiapkan untuk menghadapi perang.
Kelima, Pelibatan TNI itu harus tunduk pada norma hukum dan HAM yang berlaku.