Presiden sendiri diketahui telah menyiratkan dukungan atas keberadaan UU ini. Baik sikap yang ditunjukkan secara langsung, maupun melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Pertama, Presiden menolak menerbitkan peraturan pemerintah penggantin undang-undang untuk membatalkan penerapan UU KPK hasil revisi.
Sikap itu ditunjukkan Presiden ketika gelombang demonstrasi mencuat yang dilakukan oleh mahasiswa di sejumlah wilayah Tanah Air.
"Yang satu itu (KPK) inisiatif DPR. Ini (RUU lainnya) pemerintah aktif karena memang disiapkan oleh pemerintah," kata Jokowi di Istana Kepresidenan pada 23 September 2019.
Baca juga: UU KPK Hasil Revisi Resmi jadi UU Nomor 19 Tahun 2019
Sehari kemudian, aksi mahasiswa pun berujung ricuh. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang jatuh korban.
Meski begitu, peristiwa itu tak kunjung menggoyahkan sikap Jokowi.
Bahkan, selanjutnya Yasonna kembali menegaskan bahwa pemerintah menolak permintaan mahasiswa untuk menerbitkan perppu. Ia pun meminta pihak-pihak yang menolak menggugat UU yang disahkan melalui jalur yang konstitusional di Mahkamah Konstitusi.
"Kan sudah saya bilang, sudah Presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, pada 25 September.
Baca juga: MK Diminta Hadirkan Presiden Jokowi dalam Uji Materi UU KPK, Ini Kata Mahfud
Kini, setelah diundangkan, UU tersebut sudah beberapa kali digugat ke MK.
Salah satu gugatan diajukan oleh pimpinan KPK masa jabatan 2015-2019. Mereka adalah Agus Rahardjo, Laode M Syarief, dan Saut Situmorang.
Selain ketiga nama itu, gugatan juga dimohonkan sepuluh pegiat anti korupsi, antara lain eks pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Mochamad Jasin serta beberapa nama lain, yaitu Betty Alisjahbana, Ismid Hadad, dan Tini H.