Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MUI: Selain RUU HIP, Omnibus Law Cipta Kerja juga Tak Sesuai Pancasila dan Konstitusi

Kompas.com - 19/06/2020, 11:23 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai, selain Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), ada RUU lain yang harus diwaspadai yaitu omnibus law RUU Cipta Kerja.

Jika dalam RUU HIP yang ditakuti adalah lahirnya paham sekulerisme dan ateisme, di omnibus law yang patut diwaspadai ialah sistem ekonomi liberalisme dan kapitalisme.

Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas mengatakan, konsep tersebut nampak dari draf omnibus law RUU Cipta Kerja.

"Terlihat kecendrungan untuk menggeser semangat dan praktik pengelolaan ekonomi di negeri ini yang semula berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang mengedepankan sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, kepada sistem ekonomi liberalisme kapitalisme," kata Anwar melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (19/6/2020).

Baca juga: Baleg Sepakati 10 DIM Klaster UMKM dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja

MUI berpandangan, omnibus law sangat mengedepankan kebebasan pasar.

Sehingga, sesuai dengan hukum alamnya, yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan ekonomi adalah yang paling kuat.

Mereka adalah para pemilik modal, terutama para pemilik modal besar.

Jika omnibus law diberlakukan, kata Anwar, ekonomi Indonesia hanya akan berputar dan dikuasai oleh segelintir orang yang kaya.

"Dan rakyat banyak tentu hanya akan menjadi manusia-manusia yang tidak berdaya yang hidupnya sangat tergantung kepada belas kasihan dari mereka-mereka yang kaya dan superkaya tersebut," ujarnya.

Baca juga: DPR Ngotot Bahas Omnibus Law saat Reses, ICW-Walhi: Berlebihan dan Akal-akalan

Selain dampak ekonomi, omnibus law juga dinilai akan berdampak pada kerusakan bidang lainnya seperti politik.

Sebab, para pemilik modal dengan kekuatan ekonominya bakal berupaya untuk membiayai dan membeli para politisi dan para pemimpin.

Akibatnya, kebijakan yang diterbitkan para pemangku kepentingan tidak lagi berorientasi pada rakyat, tapi kepada yang membiayai dan memodali mereka.

Oleh karena alasan-alasan itu, MUI berpandangan bahwa omnibus law tidak boleh ditetapkan sebagai undang-undang.

Baca juga: Baleg DPR Buka Ruang bagi Siapa Saja yang Ingin Diskusikan RUU Cipta Kerja

Kemajuan ekonomi, kata Anwar, tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.

"Omnibus law tidak boleh lolos menjadi UU tanpa disesuaikan terlebih dahulu dengan jiwa dan semangat dari Pancasila dan UUD 1945," kata Anwar.

"Go to hell buat pertumbuhan dan kemajuan ekonomi kalau itu hanya akan dinikmati oleh segelintir orang saja sementara rakyat banyak di negeri ini hanya akan mendapat ampas-ampasnya saja," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com