Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Kejanggalan dalam Sidang Kasus Penyerangan Novel Baswedan Menurut Tim Advokasi

Kompas.com - 11/05/2020, 08:37 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi Novel Baswedan menyebut, ada sembilan kejanggalan dari jalannya persidangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Proses persidangan itu masih jauh dari harapan publik untuk bisa menggali fakta-fakta sebenarnya (materiil) dalam kasus ini," kata anggota Tim Advokasi Novel, Kurnia Ramadhana, Minggu (10/5/2020) malam.

Kurnia mengatakan, kejanggalan pertama ialah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menunjukkan bahwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel hanya dinilai sebagai penganiayaan biasa dan tak berkaitan dengan pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK.

Baca juga: Saksi Temukan Cangkir Berisi Cairan Putih di TKP Penyiraman Air Keras Novel Baswedan

Menurut Tim Advokasi, dakwaan tersebut bertentangan dengan temuan Tim Pencari Fakta bentukan Polri yang menyatakan penyiraman air keras terhadap Novel berkaitan dengan kasus korupsi yang ditangani Novel.

"Dalam dakwaan JPU tidak terdapat fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Patut diduga jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan," kata Kurnia.

Kedua, Tim Advokasi menilai JPU tidak menjadi representasi negara yang mewakili kepentingan korban melainkan malah membela kepentingan para terdakwa.

Menurut Tim Advokasi, hal ini terlihat dari dakwaan JPU yang menyebut air yang disiramkan ke Novel merupakan air aki, bukan air keras.

Baca juga: Saksi Mengaku Tangannya Panas Saat Pindahkan Baju Gamis Novel yang Tersiram Air Keras

Pernyataan itu dinilai sesat karena Novel sudah terbukti disiram air keras yang mengakibatkan Novel kehilangan pengelihatannya.

"Dalam persidangan yang dihadiri Novel, pertanyaan jaksa terlihat tidak memiliki arah yang jelas. Anehnya, meski telah disebut saksi korban nama dan informasi penting mengenai kemungkinan keterlibatan aktor lain, jaksa tidak menggali lebih lanjut," ujar Kurnia.

Ketiga, majelis hakim dinilai pasif dan tidak obyektif dalam kebenaran. Tim Advokasi menilai,  hakim tidak menggali rangkaian peristwia secara utuh khususnya untuk membuktikan bahwa penyerangan dilakukan secara sistematis.

Hal ini terlihat dari sidang pemeriksaan Novel. Saat itu, hakim terbatas menggali fakta dengan pertanyaan-pertanyaan seputar peristiwa penyerangan dan dampaknya.

Namun, hakim tidak menggali informasi terkait nama dan peristiwa yang berkaitan dengan penyerangan yang disebutkan Novel saat bersaksi.

"Jika demikian cara kerja hakim diperkirakan akan menutup peluang untuk membongkar kejahatan sistematis ini," kata Kurnia.

Keempat, para terdakwa yang merupakan anggota Polri didampingi kuasa hukum dari Polri.

Baca juga: Sidang Kasus Novel Baswedan, Hakim Soroti Keterangan Saksi yang Berbeda dengan BAP Polisi

Tim Advokasi menilai hal ini janggal karena kejahatan yang disangkakan kepada dua terdakwa merupakan kejahatan yang mencoreng institusi kepolisian.

Tim Advokasi khawatir pembelaan oleh institusi Polri dapat menghambat proses hukum untuk membongkar kasus penyerangan ini lebih jauh yang diduga melibatkan petinggi kepolisian.

"Terdapat Konflik Kepentingan yang nyata yang akan menutup peluang membongkar kasus ini secara terang benderang dan menangkap pelaku sebenarnya, bukan hanya pelaku lapangan namun juga otak pelaku kejahatan," kata Kurnia.

Kelima, Tim Advokasi menduga adanya manipulasi barang bukti di persidangan.

Barang bukti antara lain rekaman CCTV yang dihiraukan oleh penyidik hingga dugaan intimidasi terhadap saksi-saksi penting.

Tim Advokasi juga mempersoalkan sidik jari yang tidak teridentifikasi pada gelas dan botol yang dijadikan alat penyiraman terhadap Novel.

Selain itu, ada keanehan dalam barang bukti baju muslim yang dikenakan Novel pada saat kejadian yang ditunjukkan pada sidang Kamis (30/4/2020) lalu.

"Baju yang pada saat kejadian utuh, dalam persidangan ditunjukkan hakim dalam kondisi terpotong sebagian di bagian depan. Diduga bagian yang hilang terdapat bekas dampak air keras," kata Kurnia.

Baca juga: Sidang Kasus Novel Baswedan, Hakim Soroti Keterangan Saksi yang Berbeda dengan BAP Polisi

Keenam, jaksa dinilai mengaburkan fakta air keras yang digunakan untuk penyiraman. Jaksa dinilai mengarahkan dakwaan bahwa air yang menyebabkan kebutaan Novel bukan air keras.

Ketujuh, kasus kriminalisasi Novel yang kembali diangkat. Tim Advokasi menyebut terdapat pergerakan untuk memojokkan Novel dalam kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu selama proses peradilan berjalan.

"Padahal sudah berulang kali ditegaskan berdasarkan temuan Ombudsman tahun 2015 bahwa terdapat rekayasa dan manipulasi pada tudingan tersebut," kata Kurnia.

Kedelapan, dihilangkannya alat bukti saksi dalam berkas persidangan. Tim Advokasi menyebut terdapat saksi kunci yang telah memberi keterangan ke pihak Kepolisian, Komnas HAM, dan TGPF namun berkas BAP-nya tidak diikutkan dalam berkas pemeriksaan persidangan.

Menurut Tim Advokasi, hal ini merupakan upaya sistematis untuk menghentikan upaya membongkar kasus penyerangan Novel Baswedan secara terang.

"Ini tentu sangat merugikan proses persidangan yang seharusnya dapat mendengar keterangan saksi yang dapat memberikan keterangan petunjuk untuk mengungkap kebenaran kasus ini," kata Kurnia.

Kesembilan, ruang pengadilan dipenuhi oleh aparat kepolisian dan orang-orang yang tampak dikoordinasikan untuk 'menguasai' ruang persidangan dalam sidang pemeriksaan saksi korban, Kamis (30/4/2020) lalu.

"Sehingga publik maupun kuasa hukum dan media yang meliput tidak dapat menggunakan fasilitas bangku pengunjung untuk memantau proses persidangan," ucap dia.

Sidang penyiram air keras Novel Baswedan di Pengadilan Neger Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020)Bidik layar akun Youtube PN Jakarta Utara Sidang penyiram air keras Novel Baswedan di Pengadilan Neger Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020)
Diketahui, dua terdakwa dalam kasus ini, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir didakwa melakukan penyaniayaan berat terencana terhadap Novel dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. 

Ronny dan Rahmat yang disebut sebagai polisi aktif itu melakukan aksinya lantaran rasa benci karena Novel dianggap mengkhianati institusi Polri.

Dalam dakwaan tersebut, mereka dikenakan Pasal 355 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, lebih subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Novel disiram air keras pada 11 April 2017 setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan yang tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Akibat penyerangan tersebut, Novel mengalami luka pada matanya yang menyebabkan gangguan penglihatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com