Tentunya, syarat kuorum yang dalam situasi normal menjadi syarat mutlak, di situasi seperti saat ini berubah. Agenda rapat yang digelar DPR memegang prinsip protokol kesehatan yakni menjaga jarak.
Sejumlah keputusan penting telah dilahirkan dari mekanisme rapat kombinasi fiisk-virtual ini. Sebut saja keputusan menghapus Ujian Nasional (UN) tahun 2020 ini.
Begitu juga kesepakatan bersama DPR, Pemerintah dan KPU untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak pada 23 September 2020 mendatang.
Setali tiga uang, di lingkungan lembaga peradilan juga menerapkan hal yang sama. Melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 2020, mendorong bagi pencari keadilan dalam hal urusan adminitrasi persidangan dengan memanfaatkan aplikasi e-court serta terkait dengan pelaksanaan persidangan menggunakan e-litigation khususnya bagi perkara perdata, agama dan tata usaha negara (TUN).
Covid-19 telah menjadikan cabang-cabang kekuasaan negara bermetamorfosa menjadi adaptif dengan digital.
Keadaan ini tanpa sadar atau tidak telah mengubah cara bertatanegara yang berperspektif disruptif. Mengubah pola dan mekanisme yang sebelumnya hanya sekadar di tataran angan semata.
Kondisi ini seolah menemukan katupnya di tengah euforia digitalisasi khususnya di lingkungan cabang-cabang kekuasaan negara. Meski dalam kenyataannya, tidak banyak kebijakan publik yang bercara pandang digital-disruptif.
Perspektif digital-disruptif
Hikmah yang dapat dipetik dari metamorfosa cabang-cabang kekuasaan negara imbas Covid-19 ini dapat menjadi pelajaran penting bagi negara untuk melakukan inovasi secara konkret dan nyata yang tidak hanya berdimensi mekanisme bertata negara saja yang lebih menonjolkan sisi aspek teknisnya semata.
Namun, dibutuhkan kebijakan yang berperspektif digital-disruptif dalam urusan publik.
Negara semestinya merumuskan kebijakan publik yang berorientasi pada adaptabilitas digital di ruang publik baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya termasuk dalam urusan kenegaraan.
Ikhtair ke arah tersebut mulai tampak, namun belum kuat dan tajam. Khusus di bidang kenegaraan, hingga saat ini belum banyak rumusan yang mengaturnya.
Efek yang akan diterima yakni akan terjadi gelombang debirokratisasi, transparansi yang sejalan dengan aspek penghematan keuangan negara.
Lembaga-lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam pembuatan kebijakan publik agar memilik perspektif digital yang berorientasi disruptif.
Seperti disebut Klaus Scwab (2016), negara akan meraup keuntungan ekonomi dan finansial bila mampu merumuskan norma-norma internasional yang adaptif dengan lapangan utama ekonomi digital baru yang di antaranya tentang internet untuk segalanya (internet of things).