Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakat Nugroho tak menampik mengenai persoalan over capacity ini. Ia menyebutkan, mayoritas terpidana yang mendekam di balik sel adalah para pelaku kejahatan narkoba dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara.
"Itu jumlahnya sudah 134.000. Sehingga, kalau pun seluruh narapidana itu dibebaskan kecuali yang narkoba, penjara masih over kapasitasnya," ucap dia.
Setelah Presiden Joko Widodo mengungkapkan kasus penyebaran Covid-19 semakin masif, ia mengaku, Menkumham Yasonna H Laoly memintanya untuk mengkaji kesiapan lapas dan rutan dalam menghadapi situasi pandemi.
Baca juga: Ulah Napi Asimilasi di Luar Tembok Lapas, Curi Rokok hingga Jadir Kurir Ganja
Sementara, pada saat yang sama ada rekomendasi dari Komnas HAM agar pemerintah memperhatikan kondisi over capacity yang terjadi di dalam lapas dan rutan.
"Kami kemudian memetakan, mengklasifikasikan, ada memang yang menjadi wewenang Pak Menteri seperti Permenkumham 10 yaitu yang tindak pidana umum," kata dia.
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi bagi terpidana baik dewasa maupun anak untuk bisa mendapat asimilasi maupun integrasi yang meliputi pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas.
Pertama, asimilasi ditujukan bagi mereka yang telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020 bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020 bagi anak.
Baca juga: Dokter di Lapas Salemba Disebut Positif Covid-19
Asimilasi tersebut akan dilaksanakan di rumah dan surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan.
Sementara, syarat untuk bebas melalui integrasi adalah telah menjalani 2/3 masa pidana bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana.
Kekhawatiran kasus berulang
Nugroho tak menampik, pihaknya sempat khawatir para eks narapidana yang dibebaskan akan kembali berulah.
Dari 36.708 orang yang telah dibebaskan, Kemenkumham mencatat setidaknya sudah ada 13 orang yang kembali melakukan perbuatan kriminal atau menjadi residivis.
"Kami juga sedang pusing. Apa nih kira-kira alasan yang bagus untuk memberikan penjelasan kepada mereka," kata dia.
Himpitan ekonomi diperkirakan menjadi alasan para eks terpidana itu kembali melakukan kejahatan. Sebab, dalam kondisi pandemi seperti saat ini, pekerjaan akan sulit didapatkan.
"Jujur saja, fakta bahwa jangankan yang mantan napi, yang sudah bekerja di beberapa mal saja sudah jadi pengangguran. Mau makan apa karena di-PHK?" kata dia.
Dari sejumlah pemberitaan Kompas.com, sejumlah napi yang baru dibebaskan di sejumlah daerah kembali melakukan kejahatan. Mulai dari mencuri, menjambret, hingga menjadi kurir narkoba.
Baca juga: Yasonna Minta Masyarakat Lapor jika Temukan Dugaan Pungli kepada Napi