Salin Artikel

Narasi Menakutkan Usai Napi Bebas akibat Covid-19 dan Upaya Cegah Kejahatan Berulang

Meski para narapidana itu dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi, masyarakat khawatir akan meningkatnya kasus kejahatan yang dilakukan oleh para eks warga binaan itu.

Tentu bukan tanpa alasan bila pada akhirnya Kemenkumham mengambil kebijakan tersebut. Tingginya jumlah warga binaan yang mendekam di dalam sel menjadi salah satu faktornya, lantaran dikhawatirkan justru akan menjadi bom waktu penularan Covid-19.

Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi Kemenkumham Ahmad Yuspahruddin menyatakan, Kemenkumham mencatat, sudah ada 10 orang yang dinyatakan sebagai orang tanpa gejala (OTG) dan 3 orang dalam pemantauan (ODP) Covid-19.

Ini terjadi setelah sebelumnya mereka berinteraksi dengan sejumlah orang yang diduga terpapar Covid-19, baik langsung maupun tidak langsung. Kini, ke-13 orang tersebut telah diisolasi dan dipisahkan dari narapidana lainnya.

"Sampai saat ini baru 13 orang, sepuluh OTG dan tiga ODP," kata Yuspahruddin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (14/4/2020).

Perlu dilaksanakan

Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas Prahesti Pandanwangi menyatakan, asimilasi dan integrasi menjadi salah satu kebijakan yang penting untuk dilaksanakan segera. Sebab, dalam kondisi tanpa pandemi pun, para warga binaan rentan terserang berbagai macam penyakit.

"Karena overcrowded itu. TBC, penyakit kulit, ISPA, ini yang kemudian membuka mata kami dalam merancang program pembangunan terkait kesehatan," kata Prahesti dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (14/4/2020).

Berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham jumlah warga binaan yang mendekam di 524 lapas dan rutan yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai 258.224 orang.

Jumlah tersebut melebihi kapasitas lapas dan rutan yang dikelola Kemenkumham, yang sedianya hanya dapat menampung sekitar 130.000 orang.

"Itu jumlahnya sudah 134.000. Sehingga, kalau pun seluruh narapidana itu dibebaskan kecuali yang narkoba, penjara masih over kapasitasnya," ucap dia.

Setelah Presiden Joko Widodo mengungkapkan kasus penyebaran Covid-19 semakin masif, ia mengaku, Menkumham Yasonna H Laoly memintanya untuk mengkaji kesiapan lapas dan rutan dalam menghadapi situasi pandemi.

Sementara, pada saat yang sama ada rekomendasi dari Komnas HAM agar pemerintah memperhatikan kondisi over capacity yang terjadi di dalam lapas dan rutan.

"Kami kemudian memetakan, mengklasifikasikan, ada memang yang menjadi wewenang Pak Menteri seperti Permenkumham 10 yaitu yang tindak pidana umum," kata dia.

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi bagi terpidana baik dewasa maupun anak untuk bisa mendapat asimilasi maupun integrasi yang meliputi pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas.

Pertama, asimilasi ditujukan bagi mereka yang telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020 bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020 bagi anak.

Asimilasi tersebut akan dilaksanakan di rumah dan surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan.

Sementara, syarat untuk bebas melalui integrasi adalah telah menjalani 2/3 masa pidana bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana.

Kekhawatiran kasus berulang

Nugroho tak menampik, pihaknya sempat khawatir para eks narapidana yang dibebaskan akan kembali berulah.

Dari 36.708 orang yang telah dibebaskan, Kemenkumham mencatat setidaknya sudah ada 13 orang yang kembali melakukan perbuatan kriminal atau menjadi residivis.

"Kami juga sedang pusing. Apa nih kira-kira alasan yang bagus untuk memberikan penjelasan kepada mereka," kata dia.

Himpitan ekonomi diperkirakan menjadi alasan para eks terpidana itu kembali melakukan kejahatan. Sebab, dalam kondisi pandemi seperti saat ini, pekerjaan akan sulit didapatkan.

"Jujur saja, fakta bahwa jangankan yang mantan napi, yang sudah bekerja di beberapa mal saja sudah jadi pengangguran. Mau makan apa karena di-PHK?" kata dia.

Dari sejumlah pemberitaan Kompas.com, sejumlah napi yang baru dibebaskan di sejumlah daerah kembali melakukan kejahatan. Mulai dari mencuri, menjambret, hingga menjadi kurir narkoba.

Narasi menakutkan

Meski terjadi pengulangan kasus, kriminolog Leopold Sudaryono menilai, secara statistik terjadi penurunan kasus residivis. Tak hanya pada saat ini saja, penurunan itu juga telah terjadi dalam kurun tiga tahun terakhir.

Ia mengungkapkan, dari 271.434 narapidana yang dibebaskan dalam tiga tahun terakhir, yang kembali melakukan kejahatan sebanyak 27.634 orang atau sekitar 10,18 persen dari total keseluruhan.

"Kalau bicara statistik, ancaman keamanan, angka itu kecil sekali. Tapi tentu melakukan pelanggaran (berulang) sangat disayangkan," ungkapnya.

Ia pun menyayangkan adanya narasi yang berkembang di masyarakat seolah-olah kondisi keamanan masyarakat kian terancam dengan dibebaskannya mereka.

"Itu sama sekali tidak berdasarkan fakta. Itu sudah main berdasarkan narasi untuk kepentingan lain," kata dia.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti pun mengamini pendapat tersebut. Narasi-narasi menakutkan itu banyak disebar melalui percakapan grup WhatsApp terutama di kalangan kelas menengah ke atas, yang notabene sudah terlalu nyaman untuk keluar dari zona nyaman.

Ironisnya, kelompok masyarakat kelas ini cenderung lebih mudah mempercayai narasi yang dibangun dan disebarkan.

"Sehingga mengatakan bahwa 30.000 itu perampok, pemerkosa, pencuri, penjambret, rumah saya akan dicuri orang, padahal kan tidak," kata dia.

Ia menambahkan, Indonesia sebenarnya telah memiliki mekanisme yang cukup ketat yang mengatur terkait pemberian asimilasi dan integrasi.


Namun, ia menilai, perlu ada terobosan hukum untuk mengatasi problematika over capacity di dalam lapas dan rutan, terutama segi pemidanaan pelaku kejahatan.

Terkait hal itu, Prahesti menyatakan, saat ini pemerintah tengah menyusun sistem peradilan restoratif di dalam sistem pemidanaan di Tanah Air.

"Tujuannya tidak hanya untuk mengurangi over capacity, tetapi juga meningkatkan kapasitas penegak hukum, pelaku, korban dan masyarakat itu sendiri," kata Prahesti.

Namun, menurut dia, saat ini yang paling mendesak untuk dilaksanakan yaitu pengawasan terhadap para narapidana yang dikeluarkan.

Ditjen Pemasyarakatan dinilai memiliki andil besar untuk mencegah terulangnya kejahatan yang mungkin dilakukan oleh para eks napi.

"Kami melihat bahwa proses pembebasan warga binaan ini sudah melalui proses yang ketat, termasuk menggunakan risk asessment. Tapi, memang kita perlu melihat lagi proses pengawasan dari warga binaan pemasyarakatan," ujarnya

https://nasional.kompas.com/read/2020/04/16/11053401/narasi-menakutkan-usai-napi-bebas-akibat-covid-19-dan-upaya-cegah-kejahatan

Terkini Lainnya

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 MiliarĀ 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 MiliarĀ 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke