Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Ketua KPK Sebut Tak Ada Alasan bagi Yasonna Bebaskan Koruptor

Kompas.com - 04/04/2020, 21:41 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menegaskan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tak memiliki alasan untuk membebaskan sebagian narapidana korupsi terkait upaya pencegahan penularan virus corona atau Covid-19

Ghufron menyatakan, narapidana korupsi tidak tinggal di dalam sel yang penuh, sehingga alasan koruptor dibebaskan untuk mengurangi kepadatan ruang tahanan menjadi tak relevan.

Baca juga: Beri Klarifikasi, Wakil Ketua KPK Tolak Pembebasan Koruptor dengan Dalih Covid-19

"Perlu kami tegaskan terhadap napi korupsi yang selama ini dalam pemahaman kami kapasitas selnya tidak penuh, tidak seperti sel napi pidana umum, tidak ada alasan untuk dilakukan pembebasan," kata Ghufron dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/4/2020).

Ghufron menuturkan, masalah overkapasitas yang dijadikan alasan oleh Yasonna merupakan masalah yang sudah lama terjadi.

Menurut KPK, Kemenkumham belum memperbaiki tata kelola di Lapas Sukamiskin, terkait rencana aksi yang telah disusun sebelumnya, seusai operasi tangkap tangan di Lapas Sukamiskin.

"Sehingga kapasitas sel menjadi tidak imbang. Selama masih seperti ini adanya, tidak beralasan untuk melakukan pembebasan terhadap Napi karena malah akan menimbulkan ketidakaadilan baru," kata Ghufron.

Baca juga: Data ICW: Ini Daftar Koruptor yang Berpeluang Bebas, dari Setnov, OC Kaligis, hingga Patrialis Akbar

KPK pun berharap Kemenkumham segera membenahi pengelolaan lapas secara serius untuk memastikan tujuan pembinaan di lapas dapat tercapai.

"Termasuk dalam hal terdapat pandemi corona ini. Sehingga overkapasitas dapat diminimalisasi dan pemetaan napi yang patut dibebaskan dan juga lebih terukur," ujar Ghufron.

Ia menambahkan, KPK pernah menemukan ada ribuan napi dan tahanan di rutan dan lapas yang berstatus overstay, yakni mereka yang seharusnya sudah bisa keluar namun tersandung masalah administrasi.

Belum lagi banyaknya narapidana kasus narkotika yang seharusnya bisa mendapatkan rehabilitasi.

"Intinya, kami harap Kementerian Hukum dan HAM memiliki data yang akurat sebelum mengambil kebijakan di tengah Pandemi Covid-19 ini sehingga masyarakat bisa memahami kebijakan tersebut memang atas dasar kemanusiaan, dan dilaksankan secara adil," kata Ghufron lagi.

Baca juga: Kritik atas Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor di Tengah Wabah Covid-19

Diberitakan sebelumnya, Yasonna Laoly berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Hal itu dikarenakan napi koruptor dan narkotika, yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain dalam rangka pencegahan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Lewat revisi itu, Yasonna ingin memberikan asimilasi kepada napi korupsi berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang.

"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com