Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembaran Istri Emirsyah Satar Sempat Marah saat Kediamannya di Pondok Indah Disita KPK

Kompas.com - 05/03/2020, 14:33 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Saudara Kembar dari istri mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, Sandrani Abubakar, mengaku kaget saat mendengar kediaman orang tuanya di daerah Pondok Indah disita oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus suap yang diduga dilakukan oleh Emirsyah.

Hal itu diungkapkan dalam sidang pemeriksaan saksi untuk Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis (5/3/2020).

"Saya kaget sekali dan saya sempat marah sama kembaran saya. Kenapa kok bisa sampai begitu. Karena saya enggak pernah ceritain apa-apa," kata Sandrani.

Baca juga: Emirsyah Satar Pernah Wajarkan Gratifikasi, Jubir KPK: Tantangan bagi KPK

 "Saya tidak tahu mengenai aliran dana mengenai sumber dana sama sekali," sambungnya.

Sandrani mengaku kesal dengan kembarannya karena kediaman terakhir orang tuanya disita KPK.

Terlebih, orang tuanya sengaja menjual rumah di kawasan Permata Hijau dengan mekanisme hibah pada kembarannya untuk membeli rumah hari tua di kawasan Pondok Indah.

"Ternyata Pak Emirsyah Satar dan kembaran saya yang mau ambil rumah saya, mekanisme dengan cara hibah, karena ke anak sendiri," ungkapnya.

Baca juga: Saksi Ungkap Emirsyah Satar Pernah Bilang Gratifikasi Hal Wajar

Sandrani sempat meminta penjelasan pada kembarannya terkait penyitaan rumah orang tuanya di Pondok Indah.

Namun, karena kondisi kembarannya saat itu tengah sakit, Sandrani tidak mendesak penjelasan lebih lanjut.

"Saya bilang kenapa bisa begitu? dan karena saya enggak mau ribut enggak mau apa sebulan saya enggak ketemu dengan kembaran saya padahal waktu itu dia lagi sakit berat," ucap Sandrani.

Baca juga: Jaksa Dalami Riwayat Menginap Emirsyah Satar di Bvlgari Resort Bali yang Dibayari PT MRA

Diketahui, Emirsyah didakwa menerima suap dari pendiri sekaligus mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.

Jaksa menuturkan, uang yang diterima Emirsyah dari Soetikno berbentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing.

Jaksa merinci, uang suap itu terdiri dari Rp 5.859.794.797, 884.200 dolar Amerika Serikat, 1.020.975 Euro, dan 1.189.208 dolar Singapura.

Baca juga: Saksi Ungkap Beda Pendapat Emirsyah Satar dan Eks Direktur Garuda soal Perawatan Mesin

Uang tersebut diberikan Soetikno supaya Emirsyah memuluskan sejumlah pengadaan yang sedang dikerjakan oleh PT Garuda Indonesia yaitu Total Care Program mesin (RR) Trent 700, pengadaan pesawat Airbus A330-300/200.

Kemudian, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000, dan pengadaan pesawat ATR 72-600.

Pemberian suap itu, kata jaksa, dilakukan secara bertahap selama periode 2009 hingga 2014.

Baca juga: Sidang Emirsyah Satar, Saksi Sebut Penggunaan Pesawat CRJ1000 Tak Hasilkan Profit

Di samping memberi suap, Emirsyah juga disebut pernah diberi fasilitas oleh Soetikno berupa penginapan di Bali senilai Rp 69.794.797 serta penyewaan jet pribadi senilai 4.200 dollar Amerika Serikat.

Atas perbuatannya itu, Emirsyah didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com