Penjelasan Achmad Yurianto di atas kemudian memancing reaksi Publik.
Sebagian menganggap pernyataan Yuri di atas menyalahi penjelasan yang sebelumnya telah ditetapkan secara resmi oleh WHO.
Dalam situs resmi WHO, Covid-19 atau coronavirus disease dijelaskan sebagai nama penyakit yang sedang mewabah saat ini.
Sementara itu, SARS-COV-2 adalah nama virus yang menyebabkan Covid-19.
Kemudian, virus corona atau coronavirus adalah kelompok virus yang menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari batuk pilek biasa hingga SARS dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV).
Baca juga: Kemenkes: Pria Jepang yang Berlibur ke Bali Tidak Terinfeksi Covid-19
Untuk strain baru yang belum pernah diidentifikasikan sebelumnya pada manusia, diberikan istilah novel coronavirus (nCOV) seperti nama lama SARS-CoV-2 yaitu 2019-nCOV.
WHO menjelaskan bahwa virus memang sering kali memiliki nama yang berbeda dengan panyakit yang disebabkan.
Sebagai contoh, HIV adalah nama virus yang menyebabkan penyakit AIDS.
Virus diberi nama berdasarkan struktur genetikanya untuk memfasilitasi perkembangan tes diagnostik, vaksin dan pengobatan.
Kompas.com kembali meminta penjelasan kepada Achmad Yurianto setelah respons publik terhadap penjelasan sebelumnya.
Ketika dihubungi pada Senin sore, Yuri tetap menyatakan SARS CoV-2 berbeda dengan virus Covid 19 yang menjadi wabah corona saat ini.
Yuri mengakui jika penjelasannya ini berbeda dengan penjelasan dari informasi resmi WHO.
"Itu kan kan ada di website WHO, saya pun sudah baca itu. Namun, saya juga mendapat referensi dari sejumlah pakar virus yang menyatakan bahwa virus Covid-19 yang selama ini menyebabkan sakit itu ada perbedaan hampir 70 persen dengan virus SARS CoV-2," jelas Yuri kepada Kompas.com.
Baca juga: Nama Virus Corona Wuhan Sekarang SARS-CoV-2, Ini Bedanya dengan Covid-19
Sehingga, Yuri mengakui bahwa ada dua pemahaman dalam hal ini.
Kemenkes sendiri, kata dia, tidak mempersoalkan perbedaan ini.
"Kami tidak mempersoalkan ini beda apa enggak. Bagi kami soal kewaspadaannya," tegas Yuri.
Sehingga, saat ini Kemenkes telah meminta Dinas Kesehatan Bali untuk melakukan pengumpulan, analisis kondisi dan analisis data secara terus- menerus (surveilens) secara aktif.
Caranya, dengan melakukan contact tracking terhadap daerah mana saja yang pernah dikunjungi oleh pria asal Jepang saat berada di Bali.
"Kami melakukan kontak tracking. Selama orang Jepang ini di Bali dia kemana saja gitu. Daerah mana saja yang dia datangi," tambah Yuri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.