JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pertimbangan Ikan Jurnalis Indonesia (IJTI) Imam Wahyudi menilai masuknya dua pasal yang mengatur pers dikhawatirkan akan membawa Indonesia memasuki rezim otoriter.
"Jangan sampai pemerintah sekarang yang lahir dari rahim reformasi kemudian memutar balik sejarah itu sehingga kita masuk lagi rezim pers otoriter, jangan," tegas Wahyudi di gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Baca juga: RUU Cipta Kerja Ancam Kebebasan Pers, Mahfud MD: Nanti Diperbaiki
Menurut Wahyudi, dua pasal tersebut juga menunjukkan pemerintah berupaya ingin ikut campur tangan dalam aktivitas pers.
Pihaknya pun menegaskan tidak akan membiarkan dua pasal lolos dalam paket kebijakan penyederhanaan aturan tersebut.
Karena itu, Wahyudi bersama insan pers lain secara tegas akan melawan.
"Kami tidak akan biarkan, kami akan melawan seandainya itu terjadi," katanya.
Baca juga: Insan Pers Tolak Pemerintah Ikut Campuri Dunia Pers Lewat Omnibus Law
"Tapi kami percaya baik bahwa yang terjadi adalah keteledoran atau khilaf sehingga kalimat itu masuk di sana. Mudah-mudahan nanti pembahasan di DPR tidak muncul lagi," ungkap Wahyudi.
Diketahui, dalam draf yang memuat 1.244 pasal itu turut menyeret aturan pers guna merevisi dua pasal. Dua pasal tersebut adalah Pasal 11 dan Pasal 18.
Insan pekerja pers seperti AJI, LBH Pers, PWI, hingga IJTI merasa keberatan dan mengecam masuknya dua pasal kegiatan pers ke dalam paket penyederhanaan aturan tersebut.
Revisi dalam Omnibus Law pada Pasal 11 sendiri berbunyi: "Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal. Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal".
Kemudian Pasal 18 menyebutkan pemerintah menaikan empat kali lipat denda atas ayat 1 dan ayat 2 dari Rp 500 juta menjadi Rp 2 miliar.
Adapun revisi ayat 1 berbunyi: "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar".
Kemudian ayat 2: "bagi perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar".
Baca juga: Mahfud: RUU Cipta Kerja Belum Final, Silakan Beri Masukan
Lalu ayat 3 yang berbunyi: "Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 12 dikenai sanksi administratif".
Terakhir ayat 4 yang berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.