Kehadiran anak muda
Aksi yang dilakukan Sumarsih dan keluarga korban lainnya kerap mengundang decak kagum. Tak banyak orang yang mampu terus berdiri menuntut keadilan melalui aksi di jalanan.
Sumarsih mengatakan terdapat energi lain yang turut membuatnya terus bertahan melakukan aksi di seberang Istana.
"Saya disemangati dengan kehadiran anak-anak muda yang datang di Aksi Kamisan, juga anak-anak muda yang mengadakan aksi kamisan di kota mereka masing-masing," kata Sumarsih, Kamis (6/2/2020).
Sebelum menginisiasi Aksi Kamisan, Sumarsih sudah berjuang menuntut keadilan melalui berbagai macam cara sejak 1999.
Baca juga: Jumat Kelam Tragedi Semanggi 1998, Perjalanan Mencekam Bertemu Wawan...
Bersama korban dan keluarga pelanggaran HAM, ia membentuk sebuah paguyuban.
Yakni, Paguyuban Korban/Keluarga Korban Tragedi Berdarah 13-15 Mei 1998, Semanggi I (13 November 1998), Semanggi II (24 September 1999), dan Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TruK).
Berbagai cara dan upaya dilakukan Sumarsih guna mewujudkan satu di antara enam agenda reformasi yang diwariskan Wawan, yaitu menegakkan supremasi hukum.
"Wawan bercerita ketika dia masih hidup, perjuangan belum selesai. Tapi teman-temannya sudah banyak meninggalkan perjuangan itu. Sebagai orang tua yang diperkenalkan dengan enam agenda reformasi oleh Wawan, saya akan mewujudkan agenda reformasi, tegakkan supremasi hukum," ungkap Sumarsih.
Baca juga: Kesaksian Savic Ali soal Tragedi Semanggi I, Derap Sepatu Lars hingga Suara Tembakan
Sumarsih mengaku mendapat dukungan besar yang menjadikannya terus berjuang mewujudkan poin keenam dari agenda reformasi.
Kehadiran anak-anak muda yang membuatnya tak layu dimakan usia. Di mana anak-anak muda terhimpun dari berbagai kelas. Mulai pelajar hingga pekerja. Dari dalam negeri maupun luar negeri.
"Yang datang di Aksi Kamisan ini orangnya silih berganti, baik dari dalam maupun luar negeri," kata dia.