JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembalikan penyidiknya, Kompol Rossa Purbo Bekti, ke institusi Polri menuai polemik.
Pengembalian Rossa dinilai janggal lantaran Rossa tengah menangani perkara yang menarik perhatian publik, yakni kasus dugaan suap terkait penggantian antarwaktu anggota DPR yang melibatkan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Mengapa Rosa justru harus dipulangkan? Bukankah ada begitu banyak penyidik yang dimiliki Polri dan KPK sangat terbatas jumlahnya penyidiknya," kata mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto, Rabu (5/2/2020).
Baca juga: Bambang Widjojanto Minta Dewas Terlibat soal Polemik Pengembalian Penyidik KPK ke Polri
Pengembalian Rossa juga menimbulkan pertanyaan karena masa tugasnya masih berlaku hingga September 2020.
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo juga menyayangkan pengembalian Rossa yang dinilai dilakukan secara sepihak.
"Seharusnya Mas Rossa diberikan penghargaan atas prestasinya mengungkap kasus korupsi seperti OTT KPU kemarin," kata Yudi dalam keterangan tertulis.
Yudi melanjutkan, Kompol Rossa pun tidak diberi tahu soal pemberhentiannya dari KPK. Padahal, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut surat pemberhentian Kompol Rossa sudah diteken pada Rabu (22/1/2020).
"Mas Rossa juga tidak pernah mendapatkan pemberitahuan kapan tepatnya diberhentikan dari KPK dan apa alasan jelasnya karena tidak pernah ada pelanggaran disiplin atau sanksi etik yang dilakukan dirinya," ujar Yudi.
Baca juga: WP KPK: Kompol Rossa Harusnya Diberi Penghargaan, Bukan Dikembalikan
Sikap otoriter
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, pengembalian Rossa secara sepihak menunjukkan sikap otoriter Firli dalam memimpin KPK.
"KPK memasuki era otoritarianisme di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Bagaimana tidak, langkah yang bersangkutan memberhentikan paksa Kompol Rosa sama sekali tidak berdasar," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Rabu (5/2/2020).
Menurut Kurnia, ada dua indikator yang mengindikasikan Kompol Rossa dihentikan tanpa dasar.
Pertama, Rossa terhitung berprestasi karena berhasil membongkar skandal suap yang melibatkan eks caleg PDI-P Harun Masiku dan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Kedua, masa jabatan Kompol Rosa belum selesai. Sehingga timbul pertanyaan, apa motif di balik Firli melakukan hal ini?" ujar Kurnia.
Dewas diminta turun tangan