Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejanggalan di Balik Pengembalian Penyidik KPK ke Polri...

Kompas.com - 06/02/2020, 07:33 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembalikan penyidiknya, Kompol Rossa Purbo Bekti, ke institusi Polri menuai polemik.

Pengembalian Rossa dinilai janggal lantaran Rossa tengah menangani perkara yang menarik perhatian publik, yakni kasus dugaan suap terkait penggantian antarwaktu anggota DPR yang melibatkan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

"Mengapa Rosa justru harus dipulangkan? Bukankah ada begitu banyak penyidik yang dimiliki Polri dan KPK sangat terbatas jumlahnya penyidiknya," kata mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto, Rabu (5/2/2020).

Baca juga: Bambang Widjojanto Minta Dewas Terlibat soal Polemik Pengembalian Penyidik KPK ke Polri

Pengembalian Rossa juga menimbulkan pertanyaan karena masa tugasnya masih berlaku hingga September 2020.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo juga menyayangkan pengembalian Rossa yang dinilai dilakukan secara sepihak.

"Seharusnya Mas Rossa diberikan penghargaan atas prestasinya mengungkap kasus korupsi seperti OTT KPU kemarin," kata Yudi dalam keterangan tertulis.

Yudi melanjutkan, Kompol Rossa pun tidak diberi tahu soal pemberhentiannya dari KPK. Padahal, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut surat pemberhentian Kompol Rossa sudah diteken pada Rabu (22/1/2020).

"Mas Rossa juga tidak pernah mendapatkan pemberitahuan kapan tepatnya diberhentikan dari KPK dan apa alasan jelasnya karena tidak pernah ada pelanggaran disiplin atau sanksi etik yang dilakukan dirinya," ujar Yudi.

Baca juga: WP KPK: Kompol Rossa Harusnya Diberi Penghargaan, Bukan Dikembalikan

Sikap otoriter

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, pengembalian Rossa secara sepihak menunjukkan sikap otoriter Firli dalam memimpin KPK.

"KPK memasuki era otoritarianisme di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Bagaimana tidak, langkah yang bersangkutan memberhentikan paksa Kompol Rosa sama sekali tidak berdasar," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Rabu (5/2/2020).

Menurut Kurnia, ada dua indikator yang mengindikasikan Kompol Rossa dihentikan tanpa dasar.

Pertama, Rossa terhitung berprestasi karena berhasil membongkar skandal suap yang melibatkan eks caleg PDI-P Harun Masiku dan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

"Kedua, masa jabatan Kompol Rosa belum selesai. Sehingga timbul pertanyaan, apa motif di balik Firli melakukan hal ini?" ujar Kurnia.

Dewas diminta turun tangan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com