Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Hari Jokowi-Maruf: Bidik Pemekaran Papua

Kompas.com - 02/02/2020, 11:32 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Paulus menambahkan bahwa Presiden telah mengetahui perkembangan yang terjadi di Tanah Papua setelah berkunjung sebanyak 13 kali.

Baca juga: Soal Rencana Pemekaran Papua, Wapres Sebut Harus Ada Dialog dan Kesepakatan

Jokowi telah bertemu banyak pihak dan datang ke daerah terpencil.

"Artinya beliau (Jokowi) tahu bagaimana situasi perkembangan sesungguhnya di Papua," ujar Paulus Waterpauw.

"Kalau ada rencana untuk pemekaran, kami setuju saja. Karena prinsipnya itu kan memperpendek rentan kendali antara pusat, provinsi dan daerah-daerah," kata dia.

Sesuai Otonomi Khusus

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua TEA Hery Dosinaen menilai usulan pemekaran di wilayahnya sah-sah saja asal dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

"Pemekaran harus sesuai dengan ketentuan. Tapi kalau ada kebijakan pemerintah pusat, amanat Undang-Undang Otsus sudah jelas," ujar Hery di Jayapura, Kamis (7/11/2019).

Baca juga: Terkait Isu Pemekaran Papua, MRP Malah Usulkan Penggabungan Kabupaten

Ia menyebut, dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, disebutkan bahwa pemekaran Provinsi Papua dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua.

Pemekaran juga harus memperhatikan perihal kesatuan sosial-budaya.

Kemudian, juga memperhatikan kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi, serta perkembangan di masa datang.

Baca juga: Soal Pemekaran Papua, Wagub: Dari Awal Sudah Salah Kaprah

Untuk itu, ia menekankan perlunya semua pihak untuk mentaati aturan tersebut.

"Pastinya lewat semua stakeholder baik gubernur, MRP dan DPR Papua memberikan rekomendasi terkait pemekaran yang telah disuarakan tokoh Papua," tutur Hery.

Jangan melenceng

Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal menilai pemekaran wilayahnya bisa saja terpenuhi.

Namun demikian, pihaknya meminta pemekaran dilakukan harus sesui prosedur. Pasalnya, selama ini selama ini pemekaran kabupaten di Papua selalu dilakukan dengan prosedur yang tidak tepat.

"Tidak ada masalah, mekarkan saja semua, kan dari awalnya sudah anomali. Saya bilang, dari awal sudah salah kaprah," Klemen.

Baca juga: MRP Tak Rekomendasikan Pemekaran Papua karena Dianggap Bukan Aspirasi Rakyat

Klemen mencontohkan adanya pemekaran kabupaten di wilayah pegunungan Papua yang tidak wajar.

Klemen menyebut, jumlah penduduk di kabupaten induk sebelum dimekarkan sebanyak 250.000 jiwa.

Namun, saat dimekarkan menjadi lima kabupaten, jumlah penduduknya ketika ditotal melebihi angka sebelumnya.

"Sekarang yang penting orang Papua senang tidak. Dari awal kita sudah salah, selama orang Papua senang kasih saja, mau 10 provinsi kasih saja," kata Klemen.

Pemekaran belum matang

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan pemekaran provinsi di Papua masih belum matang karena perlu pembahasan lebih lanjut.

"Belum matang dan masih mentah," ujar Mahfud usai menghadiri Konferensi Pembangunan Papua 2019 di Hotel JW Marriott, Jakarta, Selasa (17/12/2019).

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dalam wawancara khusus dengan Kompas di Kantor Redaksi Kompas, Menara Kompas, Jakarta, Kamis (30/1/2020).KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dalam wawancara khusus dengan Kompas di Kantor Redaksi Kompas, Menara Kompas, Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Baca juga: Kapolda Sebut Pemekaran Papua Akan Permudah Pengamanan hingga Kesejahteraan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com