Peran provider
Ricky mengatakan, setelah mengamankan sindikat kejahatan siber di Sulawesi Selatan, pihaknya meminta perusahaan provider atau perusahaan penyedia jasa telekomunikasi untuk mengecek lapangan.
"Dari provider itu harus turun ke lapangan, berjalan enggak (kebijakan) BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) yang satu (identitas), sim card maksimal 3," kata Ricky.
Berdasarkan surat edaran BRTI Nomor 01/2018 dan Surat Ketetapan BRTI Nomor 3/2008 yang terbit pada 21 November 2018, pengguna hanya bisa melakukan registrasi tiga nomor kartu SIM untuk tiap operatornya.
Baca juga: Marak Terjadi Penipuan, Polri Minta Perusahaan Provider Cek Lapangan
Namun demikian, kepolisian menduga pembatasan registrasi tak memengaruhi penurunan angka kejahatan siber.
"Kayaknya penipuannya semakin meningkat deh. Kami hanya untuk menggalakan 'Ayo lho, jangan sampai ada lagi menjual kartu yang on,' tapi kenyataannya masih banyak kartu yang dijual di toko-toko, kan ada tuh di pinggir jalan yang kios-kios," tutur Ricky.
Di sisi lain, pihaknya juga meminta BRTI lebih tegas dalam menjalankan kebijakannya. Apalagi, aturan yang ada masih dapat ditembus oleh oknum tak bertanggung jawab.
"Itu kan bukan kewenangannya kita, itu kewenangan masing-masing provider, secara penuh kesadaran harus mengupgrade, harus tegas terhadap kebijakan BRTI," kata dia.
Waspadai SMS blasting
Salah satu yang perlu diwaspadai dalam kejahatan siber adalah SMS blasting.
Menurut Rikcy, pihaknya telah mengidentifikasi bahwa SMS blasting yang disebar sebagian besar palsu.
"Tidak ada yang asli, palsu semua SMS blasting, enggak ada (yang benar)," ujar Ricky.
Ricky mengatakan apabila warga menerima SMS blasting terkait tawaran mengenai bank misalnya, disarankan untuk tidak ditanggapi.
Menurut dia, warga lebih baik langsung berhubungan secara kontak fisik apabila ingin melakukan pelayanan.
Hal itu dilakukan guna menghindari terjadinya penipuan online.