Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KALEIDOSKOP 2019: Defisit BPJS, Kenaikan Iuran, dan Faktor Politis...

Kompas.com - 23/12/2019, 12:53 WIB
Dani Prabowo,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Mulai 1 Januari 2020, iuran BPJS Kesehatan yang harus dibayar peserta jaminan kesehatan naik. Besarnya kenaikan iuran beragam, tergantung jenis kelas yang dipilih.

Salah satu faktor kenaikan iuran ini yakni defisit keuangan yang dialami lembaga tersebut. Bahkan , BPJS Kesehatan dibentuk pada 2014, lembaga ini tidak pernah mengalami surplus keuangan.

Awalnya, BPJS mengalami defisit hingga Rp 3,3 triliun. Kemudian, defisit bertambah menjadi Rp 5,7 triliun pada 2015. Selanjutnya pada 2016 defisit kembali naik menjadi Rp 9,7 triliun.

Adapun pada 2017, defisit tercatat naik tipis yakni menjadi Rp 9,75 triliun. Sementara itu, pada tahun lalu, defisit turun menjadi Rp 9,1 triliun. Tahun ini, defisit diperkirakan kembali mengalami lonjakan hingga Rp 32,8 triliun.

Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Resmi Naik, Berikut Besaran Tarifnya

Untuk mengatasi persoalan itu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani pada 24 Oktober 2019.

Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).

Adapun besaran iuran yang harus dibayarkan yaitu Rp 160.000 untuk kelas 1 dari sebelumnya Rp 80.000, sedangkan pemegang premi kelas 2 harus membayar Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 51.000.

Sementara itu, kelas 3 sedikit lebih beruntung karena kenaikan yang dialami lebih kecil, yakni dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

Belakangan untuk kelas ini, pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi sehingga iuran kembali seperti sebelum naik yakni Rp 25.500.

Faktor defisit

Salah satu faktor penyebab tingginya angka defisit tersebut diperkirakan lantaran tingginya tagihan yang dilayangkan rumah sakit kepada pemerintah.

Mahfum dipahami bila hal itu terjadi. Sebab, hampir semua jenis penyakit dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Kondisi itu berbeda bila dibandingkan dengan produk jaminan kesehatan serupa yang dikeluarkan pemerintah negara lain bagi masyarakatnya.

Di banyak negara, hanya jenis penyakit tertentu yang akan dibiayai pengobatannya oleh negara.

Baca juga: Menkes Sebut Tagihan Pelayanan Jantung BPJS Kesehatan Tembus Rp 10,5 T

Sebagai gambaran, untuk penyakit jantung saja, tagihan yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan mencapai Rp 10,5 triliun.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menduga, ada pelayanan berlebihan yang diberikan dokter sehingga membuat tagihan membengkak.

Ia pun meminta agar pelayanan yang diberikan dokter dibenahi tanpa mengabaikan diagnosis maksimum dan mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat.

“Itu bisa menurunkan mungkin 50 persen, bayangin, banyak lho Rp 10 triliun itu. Kalau bisa turun separuh saja itu sudah membuat kita berdua bahagia, Rp 5 triliun dihemat,” kata Terawan di Kantor Presiden seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, pada 22 November lalu.

Sejak SBY

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, penanganan medis yang dilakukan dokter tak hanya menjadi satu-satunya persoalan yang membuat defisit BPJS Kesehatan terus terjadi.

Ada faktor politis yang turut mengakibatkan defisit terus terjadi.

Ia mengatakan, iuran yang dibayar peserta merupakan sumber penerimaan utama BPJS Kesehatan.

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada tahun 2014 saat itu telah menghitung iuran yang harus dibayarkan peserta sebesar Rp 27.000.

Namun, saat itu, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menteri Keuangan Agus Martowardojo menetapkan iuran sebesar Rp 19.225.

“Artinya terjadi gap. Iuran ini tidak cocok untuk mengoperasikan JKN ini. Ini soal politik anggaran,” kata Timboel dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada 1 Desember lalu.

Baca juga: Defisit BPJS Kesehatan Disebut Terjadi Sejak Beroperasi

Persoalan serupa terjadi pada 2016. Saat itu DJSN menetapkan iuran yang harus dibayarkan sebesar Rp 36.000.

Namun, Presiden Joko Widodo melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan iuran sebesar Rp 23.000.

Timboel meyakini, pemerintah tahu bahwa potensi defisit anggaran akan terus terjadi lantaran besaran penerimaan yang diharapkan tidak sesuai dengan ekspektasi yang ditargetkan DJSN.

Sementara di sisi lain, setiap tahun terjadi peningkatan pengeluaran yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan.

“Di dalam RKAT, pendapatan untuk 2019 sekitar Rp 88,8 triliun, sedangkan pembiayaannya sekitar Rp 102,02 triliun. Dengan carry over 2018 ke 2019, defisit Rp 9,15 triliun, maka dari sisi penganggaran saja BPJS sudah mengatakan kami defisit,” kata dia.

Namun, persoalan iuran tak berhenti di sana. Tidak sedikit dari peserta penerima jaminan kesehatan yang menunggak pembayaran.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com