Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KALEIDOSKOP 2019: Tragedi Pemilu, dari Petugas KPPS Tewas hingga Kerusuhan 21-22 Mei

Kompas.com - 23/12/2019, 07:29 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 2019, Indonesia menggelar pemilihan umum (pemilu) serentak untuk pertama kalinya.

Pada hari yang sama, yakni 17 April 2019, masyarakat memilih calon presiden-wakil presiden serta calon anggota legislatif tingkat DPRD kota/kabupaten, DPRD Provinsi, dan DPR RI.

Peserta calon presiden dan wakil presiden adalah Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan nomor urut 01 dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan nomor urut 02.

Masing-masing pasangan calon diusung oleh partai peserta pemilu yang berjumlah total 16.

Partai peserta pemilu yakni PKB, Gerindra, PDI-P, Golkar, NasDem, Partai Garuda, Partai Berkarya, PKS, Partai Perindo, PPP, PSI, PAN, Partai Hanura, Partai Demokrat, PBB, dan PKPI.

Pemilu 2019 yang digelar serentak ini diwarnai tragedi. Selain akibat konflik horizontal di masyarakat, ketatnya jadwal dan tahapan pemilu menyebabkan ratusan petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) meninggal dunia.

Berdasarkann catatan Kompas.com, berikut rangkuman tragedi Pemilu 2019:

Petugas KPPS meninggal dunia

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan hingga 16 Mei 2019, KPPS yang sakit mencapai 11.239 orang dan korban meninggal 527 jiwa.

Menurut Kemenkes, ada 13 jenis penyakit penyebab meninggalnya petugas KPPS di 15 provinsi.

Baca juga: UGM Sarankan KPU Tak Rekrut KPPS yang Punya Riwayat Sakit Kambuhan

 

Mengutip dari Antara, 13 penyakit tersebut yakni infarct myocard, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, respiratory failure, hipertensi emergency, meningitis, sepsis, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, TBC, dan kegagalan multiorgan.

Selain disebabkan 13 jenis penyakit itu, ada kejadian meninggal petugas KPPS karena kecelakaan.

Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan di 15 provinsi, kebanyakan petugas KPPS yang meninggal di rentang usia 50-59 tahun.

Selanjutnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan santunan kepada anggota KPPS yang sakit dan meninggal dunia.

Ketetapan tersebut dituangkan dalam surat nomor S-316/MK.02/2019 yang ditandatangani Menkeu Sri Mulyani yang kemudian diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dalam suratnya, Kemenkeu mengelompokkan besaran santunan menjadi empat. Pertama, santunan bagi anggota KPPS yang meninggal dunia sebesar Rp 36 juta.

Kedua, santunan bagi anggota KPPS cacat permanen Rp 36 juta.

Ketiga, santunan untuk anggota KPPS yang luka berat Rp 16,5 juta. Keempat, santunan untuk anggota KPPS yang luka sedang sebesar Rp 8,25 juta.

Mengenai peristiwa tersebut, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, desain Pemilu 2019 memang cukup berat.

Selain pemilu presiden dan pemilu legislatif dilaksanakan bersamaan, pemilu serentak juga mengatur tahapan yang ketat.

Setiap tahapan pemilu ini sudah dijadwalkan dan harus diselesaikan penyelenggara pemilu secara tepat waktu.

"Desain pemilu kita 2019 memang ini cukup berat, tahapan-tahapan pemilu harus tepat waktu. Satu-satunya kegiatan yang tahapan diatur ketat itu tahapan pemilu," kata Arief dalam diskusi Silent Killer Pemilu Serentak 2019 di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).

Arief mengakui, ketatnya waktu tahapan penyelenggaraan pemilu menjadi salah satu faktor penyebab ratusan penyelenggara pemilu tingkat bawah meninggal dunia dan sakit.

Sebab, mereka yang bekerja sebagai anggota KPPS harus bertugas sejak dibukanya TPS hingga penghitungan suara. Proses tersebut dilakukan selama lebih dari 24 jam tanpa henti.

Secara terpisah, KPU pun menyatakan akan mengevaluasi pelaksanaan Pemilu 2019 yang digelar serentak. Evaluasi itu bakal dibahas bersama DPR dan pemerintah.

"Kami menunggu hasil evaluasi, hasil evaluasi akan kami kaji bersama. Tentu saja bersama DPR, bersama pemerintah, dan dengan teman-teman masyarakat sipil. Sebetulnya bagaimana sih format pemilu yang paling ideal buat kita," kata Komisioner KPU Ilham Saputra di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019).

Baca juga: KPU Evaluasi Perekrutan KPPS dan PPK Supaya Tidak Bela Parpol

KPU bakal mengkaji sejumlah wacana yang muncul terkait mekanisme pemilu. Hal ini nantinya bertalian dengan regulasi yang mengatur Pemilu 2024.

Kerusuhan 21-22 Mei 2019

Kerusuhan terjadi di beberapa titik di Jakarta setelah KPU menetapkan hasil penghitungan dan perolehan suara tingkat nasional Pemilu 2019.

Pada 21-22 Mei 2019, aksi massa yang menuntut protes terhadap hasil Pilpres 2019 berbuntut kericuhan di daerah Slipi, Petamburan, dan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Pihak Polri menyatakan, ada sembilan korban tewas akibat peristiwa tersebut.

"Polri sudah bentuk tim investigasi yang diketuai oleh Irwasum Polri untuk menginvestigasi semua rangkaian peristiwa 21-22 Mei termasuk juga 9 (korban)," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal saat konferensi pers di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).

Iqbal menyampaikan, Polri menduga kesembilan korban merupakan terduga perusuh.

"Kami harus sampaikan bahwa 9 korban meninggal dunia kami duga perusuh. Penyerang. Diduga ya," ujar dia. 

Selanjutnya, Polri memastikan empat dari sembilan korban tersebut tewas karena peluru tajam.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan, polisi tidak menemukan adanya tembakan ganda pada korban yang diduga perusuh. Hasil itu didapat dari proses otopsi yang dilakukan di rumah sakit milik Polri.

"Hasilnya bahwa empat jelas itu merupakan korban meninggal karena adanya peluru tajam," kata Asep saat konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/6/2019).
Sementara itu, terhadap lima korban lain, polisi tidak melakukan otopsi karena sudah dibawa oleh pihak keluarga.

Namun, dari kelima jenazah tersebut, empat orang diindikasi kuat juga meninggal karena peluru tajam. 

Baca juga: Refleksi Politik SBY: Pemilu 2019 Buruk, Politik Identitas Berlebihan

Satu korban lain diduga meninggal karena hantaman benda tumpul. Hasil itu didapatkan dari proses visum luar yang dilakukan rumah sakit lainnya.

"Yang lima (korban lainnya), empatnya juga diindikasi kuat meninggal karena peluru tajam dan satunya meninggal dunia karena kekerasan benda tumpul," kata Asep.

Korban tewas adalah Bachtiar Alamsyah, Abdul Azis, M Rehan Fajari, Widianto Rizki Ramadhan, dan Farhan Syafero.

Selanjutnya, Adam Noorian, Sandro, Harun Al Rasyid, dan Muhamad Reza.

Pada Juli 2019, polisi kembali merilis perkembangan terbaru terkait kerusuhan 21-22 Mei 2019.

Polisi mengungkap pelaku kerusuhan terdiri atas delapan beberapa kelompok. Saat itu, keterlibatan kelompok-kelompok tersebut terus diselidiki.

"Ada beberapa kelompok-kelompok tertentu yang mendesain kerusuhan di tanggal 21 dan tanggal 22. Ini kelompok-kelompok tertentu ini ada delapan kelompok yang bermain di tanggal 21 dan 22," kata Dedi, Jumat (5/7/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com