Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Temukan Maladministrasi pada Program Keluarga Harapan

Kompas.com - 10/12/2019, 12:55 WIB
Ardito Ramadhan,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menemukan maladministrasi dalam Program Keluarta Harapan (PKH) yang dikerjakan oleh Kementerian Sosial dan Himpunan Bank Negara.

Anggota Ombudsman RI Ahmad Suadi mengatakan, temuan maladministrasi tersebut berkaitan dengan integrasi data yang menyebabkan program tersebut kerap tidak tepat sasaran.

"Menteri Sosial perlu melakukan validasi data kembali agar penyaluran bantuan PKH dapat berjalan cepar dan tepat sasaran," kata Suadi dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Selasa (10/12/2019).

Baca juga: Malu Dicap Keluarga Miskin, 18 KK Penerima PKH di Gresik Mundur

Kepala Keasistenan 7 Ombudsman RI Ahmad Sobirin menambahkan, salah satu temuan Ombudsman RI adalah ada keluarga yang sudah terbilang berkecukupan masih menerima bantuan PKH.

Sedangkan, keluarga yang dinilai layak mendapat bantuan justru tidak terdaftar dalam daftar penerima PKH.

"Kami menemukan data penerima manfaat PKH ini perlu dilakukan updating dan perlu dilakukan perbaikan dan check and recheck di lapangan," ujar Sobirin.

Selain itu, Ombudsman juga meminta Himpunan Bank Negara (Himbara) selaku penyalur PKH untuk melakukan perbaikan agar penyaluran lebib fleksibel dan solutif.

"Itu seringkali juga disebabkan karena mentok di bank karena bank punya prinsipnya sendiri sehingga uang tidak tersalurkan disebabkan karena (data) yang kurang akurat tadi," kata Suadi.

Baca juga: Penerima PKH Dapat Saldo Kosong, Ini Kata Kemensos

Kemudian, Ombudsman juga menyoroti lambatnya respons dari pihak Kemensos terhadap keluhan yang disampaikan oleh para penerima PKH.

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat mengatakan, Kemensos akan menindaklanjuti temuan Ombdusman tersebut.

"Ini akan kami pelajari secara detail aspek-aspek yang perlu ditindaklanjuti, temuan-temuan yang perlu kami koreksi, dan hal-hal yang membutuhkan perbaikan secara fundamental," kata Harry. 

 

Kompas TV

Kasus penyelundupan kendaraan mewah dalam pesawat Garuda Indonesia yang berujung dengan pemecatan 5 direksinya, menjadi pintu masuk untuk merombak dan membenahi tata kelola Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Apa prioritas utama dari gebrakan bersih-bersih BUMN? Dan bagaimana pula pembenahan menjamin tugas utama korporasi dalam mencari profit bisa seimbang dengan tugas sosial BUMN?

Bersih-bersih di lingkungan BUMN terus dikebut oleh sang menteri, Erick Thohir. Terbongkarnya kasus penyelundupan kendaraan mewah yang berujung pemecatan 5 direksi Garuda Indonesia seolah menjadi pintu tol dalam pembenahan tata kelola BUMN.

Tak hanya itu, jumlah eselon pun akan dipangkas. Jumlah deputi di Kementerian BUMN rencananya akan dipangkas jumlahnya dari 7 menjadi hanya 3 orang. Namun, empat orang Staf Khusus Menteri BUMN dari kalangan akademisi dan profesional juga diangkat untuk membantu tugas Menteri BUMN. Pembenahan kinerja BUMN bukan perkara mudah. Dengan pendapatan sekitar Rp 210 triliun dari 142 BUMN yang ada, hanya 15 BUMN di antaranya yang menghasilkan laba. Namun, tak seperti perusahaan swasta, BUMN memiliki tanggung jawab sosial, selain mencari profit untuk negara. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com