Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Ubah Sistem Pilkada Dinilai akibat Tak Adanya Perangkat Evaluasi Demokrasi

Kompas.com - 21/11/2019, 19:11 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz menilai, negara masih gagap dalam menangani sejumlah masalah dalam sebuah pesta demokrasi.

Ia mengatakan, mencuatnya wacana revisi UU pemilu dan pilkada hingga amandemen konstitusi akibat negara tidak memiliki perangkat kerja evaluasi demokrasi yang utuh.

Ia mencontohkan, salah satu isu yang dianggap bermasalah adalah tingginya biaya politik dalam konteks Pilkada.

Kegamangan negara mencarikan solusi terlihat dalam menangani permasalahan isu mengenai tingginya biaya politik dalam konteks pilkada.

Menurut dia, ini terlihat dari sikap elite negara yang menyikapi permasalahan tersebut dengan mewacanakan mengubah sistem pilkada langsung menjadi tidak langsung atau melalui DPRD.

"Karena ketiadaan mekanisme kerangka kerja evaluasi yang konkret maka ketiadaan tersebut tidak menjadikan para pihak dalam melihat satu isu dengan kacamata yang sama, berangkat dari kerangka kerja yang sama," ujar August dalam forum diskusi Refleksi 20 Tahun Konstitusi, di Tebet, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Baca juga: Maju Pilkada Kalsel, Denny Indrayana Janji Bersih dari Politik Uang

Ia mengatakan, adanya kerangka kerja evaluasi dapat mengatasi gambaran munculnya sebuah permasalahan.

Dengan demikian, menurut dia, efektivitas kerangkat kerja evaluasi dapat menghasilkan solusi yang lebih mudah diterima publik.

Ia menyebut, sejauh ini belum ada titik temu yang jernih dari negara menyikapi sebuah problem berdemokrasi.

"Ini catatan saya, sampai sekarang tidak punya. Mungkin kita pakai kerangka kerja bergantung integritas pemilu," kata dia. 

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mempertanyakan apakah pilkada langsung masih relevan saat ini.

Hal itu dikatakan Tito saat ditanya mengenai persiapan pilkada oleh wartawan seusai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito, seperti dikutip Tribunnews.

Baca juga: Denny Indrayana: Pilkada Langsung dan Tak Langsung Sama-sama Konstitusional

Pada Senin (18/11/2019), Tito mengklarifikasi pernyataannya terkait pilkada langsung.

Tito Karnavian menegaskan bahwa ia mengusulkan mekanisme pilkada secara langsung untuk dievaluasi, bukan diwakilkan kepada DPRD.

Menurut dia, pilkada langsung perlu dievaluasi karena terdapat beberapa masalah dalam penyelenggaraannya, salah satunya menyebabkan masyarakat di daerah terpolarisasi.

Ia mencontohkan, Pilkada Papua pada 2012 yang ditunda karena terjadi perang suku. Ia juga mempersoalkan biaya politik tinggi dalam sistem pilkada langsung. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com