Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/11/2019, 17:38 WIB
Dani Prabowo,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seakan tak ada habisnya. Aksi terorisme terus terjadi silih berganti di banyak daerah.

Setiap kali aparat keamanan menangkap terduga teroris atau mengungkap kelompok radikal tertentu, sel-sel teroris baru muncul. Bahkan, mereka tak segan-segan melancarkan aksinya seorang diri alias lone wolf.

Seperti yang terjadi di Medan, Sumatera Utara, pada 13 November lalu. Aksi bunuh diri yang dilakukan RMN pelataran Mapolrestabes Medan, menyebabkan enam orang luka-luka. Empat di antaranya adalah aparat kepolisian.

Ada beberapa hal yang disinyalir membuat kelompok ini berkembang pesat di Indonesia.

Pertama, masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Kenyataannya, tidak seluruh masyarakat yang terpapar paham radikalisme adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah.

Masyarakat perkotaan dengan akses pendidikan maksimal pun juga rentan terpengaruhi paham radikal.

Menurut mantan Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latief, masyarakat terdidik terus berharap agar kesejahteraan mereka terus meningkat.

Ketika harapan tersebut pupus lantaran dihadapkan dengan persoalan fundamental perekonomian negara, tidak tersedianya lapangan kerja, hingga akses usaha yang terbatas, tak sedikit dari mereka yang akhirnya frustrasi.

Baca juga: Kaum Terdidik di Perkotaan Rawan Terpapar Radikalisme

Sebagai pelarian, mereka akhirnya bergabung dengan kelompok militan yang dinilai dapat menjadi jawaban atas persoalan yang mereka hadapi.

"Biasanya potensial mereka akan lari kepada kelompok militan sebagai sumber jaminan sosial, rasa aman dan sebagainya," kata Yudi dalam sebuah seminar di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).

Supaya tidak menjadi bom waktu di masa depan, pemerintah perlu hadir di tengah masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Pembangunan ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia dapat menjadi jawaban atas timbulnya rasa ketidakadilan yang selama ini dirasakan masyarakat.

"Sekuat apa pun persatuan nasional kita, kalau keadilan sosial tidak merata dan kesenjangan sosial masih ada maka intoleransi akan makin menguat," kata dia.

Kedua, perkembangan media sosial yang tidak terkontrol dengan baik. Banyaknya situs-situs yang memaparkan paham radikal serta mudahnya akses terhadap laman yang menyediakan cara membuat bom, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah.

Di satu sisi, keberadaan situ-situs tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang memunculkan banyaknya lone wolf yang beraksi. Di sisi lain, internet memiliki peran penting dalam menyebarkan berita positif untuk menangkal paham-paham radikal.

Pada 2014 lalu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menyisir sejumlah situs yang terindikasi menyebarkan paham radikal. Di dalam situ-situs tersebut banyak dimuat narasi yang mengajarkan jihad ke Suriah, perang, hingga melancarkan aksi bunuh diri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Nasional
Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Nasional
Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Nasional
Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Nasional
KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Nasional
Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Nasional
Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Nasional
Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Nasional
Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Nasional
900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

Nasional
Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Nasional
Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Nasional
PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

Nasional
Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com