JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, ada kecenderungan sikap intoleransi yang semakin menguat di kalangan anak muda terdidik.
Temuan ini berdasarkan hasil kajian Komnas HAM sejak 2012-2018.
Ahmad mengungkapkan indeks kecenderungan sikap intoleransi semakin menguat hingga mencapai lebih dari 50 persen.
"Sekarang kecenderungan sikap intoleransi ini sudah di atas 50 persen, dari yang tadinya baru 20-an persen. Ada kondisi yang meningkat terus sejak 2012 hingga 2018," ujar Ahmad saat ditemui usai mengisi diskusi di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).
Baca juga: Pasal Agama dalam RUU KUHP Berpotensi Melegitimasi Diskriminasi dan Intoleransi
Data ini, kata Ahmad merupakan hasil kompilasi dari kajian Komnas-HAM, laporan yang masuk ke Komnas-HAM, penelitian media, dan penelitian dari sejumlah lembaga pemerhati kasus HAM dan kebebasan beragama.
Kecenderungan intoleransi yang menguat tersebut terjadi pada anak muda di rentang usia 15-35 tahun.
Secara spesifik, Ahmad menyebut tren peningkatan kecenderungan sikap intoleransi pada anak muda kelas menengah yang tinggal di kota dan berasal dari kalangan berpendidikan tinggi.
Baca juga: Ketum PSI Sebut Ancaman Terbesar Indonesia adalah Intoleransi
Ahmad kemudian memberikan contoh kecenderungan dari sikap tersebut.
"Misalnya, penerimaan mereka kepada praktik agama orang lain. Contohnya saat individu beragama A ditanya jika ada individu dari agama lain beribadah di dekat tempat tinggalnya, dia menyatakan menolak, " ungkap Ahmad.
Sikap yang sama juga ditemukan pada individu agama B ketika mengetahui ada orang beragama lain ingin beribadah di lingkungan tempat tinggalnya.
"Dan itu kecenderungan sikap intoleransi (yang terkait agama dan beribadah) meningkat dari tahun ke tahun, " tutur Ahmad.
Baca juga: 5 Fakta Kasus Intoleransi di Bantul, Isi Instruksi Gubernur DIY hingga Tetangga di Sini Baik Semua
Sementara itu, pada konteks pergaulan, sikap yang cenderung intoleransi pun meningkat.
"Yang paling dasar yakni bagaimana dia bergaul. Misalnya di lingkungan kerja ada keinginan untuk bergaul dengan yang seagama, sesuku, dan sebagainya, " kata Ahmad.
Ahmad kemudian mengaitkan temuan ini dengan pembelajaran di sekolah dan universitas. Menurut dia, ada beberapa faktor pendorong meningkatnya sikap yang cenderung intoleran.
Pertama, pendidikan agama di sekolah masih menonjolkan narasi eksklusifisme.
"Kurikulum di sekolah yang mengajarkan untuk menghargai agama yang berbeda semakin hari semakin berkurang. Juga, kurikulum yang lebih menekankan persoalan akademik saja, " jelas Ahmad.
Kedua, di tingkat perguruan tinggi, ada organisasi mahasiswa yang sifatnya eksklusif. Organisasi seperti ini mempengaruhi perkembangan sikap intoleran karena enggan bergaul dengan organisasi lain.
Baca juga: Komoditifikasi Intoleransi
Meski sikap kecenderungan sikap intoleransi menguat, Ahmad menyebut bukan berarti sikap anak muda saat ini sudah mengarah kepada diskriminasi.
"Kecenderungan ini kan bibit-bibit ya. Kalau tidak diantisipasi akan mengarah kepada sikap intoleransi yang lebih jauh seperti diskriminasi, mempersekusi, mengusir orang dan sebagainya, " tambah Ahmad.