Alih-alih ingin menunjukkan kekuatan atau keberhasilan, banyaknya pejabat Polri yang 'show off' justru semakin mengesankan bahwa kekuatan pelaku teror sangat besar sehingga membuat banyak pejabat merasa harus turun tangan memberikan pernyataan.
"Sekarang kita lihat, ada polres, polda, Densus, mabes, ada juga reskrim, dan nama lain lagi. Cukup satu nama saja, polisi, itu saja. Tidak semua ngomong, kepolisian daerah ngomong, Densus juga, reskrim, belum lagi mabes," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Harris Azhar. Menurut dia, sikap yang dipertontonkan polisi dalam penanganan kasus terorisme, seakan mengesankan adanya diskriminasi terhadap penanganan kasus lain.
Selama ini, pengungkapan kasus terorisme terkesan spektakuler.
"Polisi (cenderung) memberikan penanganan khusus untuk kasus-kasus terorisme. Berbeda pada kasus penipuan atau kasus yang ada kaitan dengan pengusaha yang mana polisi lebih hati-hati," kata Harris, Sabtu.
"Tetapi, kalau (menangani) kasus teroris, maka keras (penindakannya) sehingga, menurut saya, wajar (teroris selalu menyasar polisi). Sebab, ada tindakan diskriminatif di dalam penegakan hukum," lanjut dia.
Dugaan tindakan diskriminatif inilah yang menurutnya semakin membuat polisi dimusuhi oleh kelompok teroris.
Haris kemudian mencontohkan salah satu terduga teroris bernama Siyono yang tewas di tangan aparat sebelum diadili di meja hijau.
Saat itu, Siyono diduga mengalami penganiayaan saat ditangkap aparat. Kemudian, saat jenazah Siyono diotopsi oleh tim dokter dari Muhammadiyah, ditemukan bekas pendarahan di kepala.
Baca juga: Diskriminatif Dinilai Jadi Faktor Teroris Semakin Memusuhi Polisi
"Kemudian ada informasi yang menyebutkan bahwa istri almarhum diberikan uang duka oleh Densus 88," tutur Haris.
Dari peristiwa ini, ia berpendapat, apabila penanganan pelaku terorisme dilakukan dengan mengedepankan soft approach, ia meyakini setidaknya tensi permusuhan dapat diminimalisasi.
"Karena sebenarnya individu teroris (pada mulanya) mengakui konsep negara. Akan tetapi, kalau negara mengadili dengan konsep treatment yang benar, saya pikir permusuhan ini tidak semakin menjadi-jadi," kata Haris.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Dian Erika Nugraheny)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.