JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris, menyebut, pemblokiran situs radikal masih terhambat aturan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Padahal, menurut dia, situs-situs radikal masih menjadi sumber pembelajaran para teroris yang bergerak secara individu (lone wolf).
Menurut Irfan, pada 2014, pihaknya sudah menyisir situs yang terindikasi memiliki konten radikal.
Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri di Medan Berubah Radikal dalam Waktu 6 Bulan
Penyisiran ini dilakukan setiap hari terhadap konten yang menyebarkan narasi jihad ke Suriah, perang, bunuh diri, dan sebagainya.
"Itu kita laporkan ke Kemenkominfo sejak 2014. Namun, ternyata ada peraturannya (di Kemenkominfo) tentang tindakan (pemblokiran), yakni diundang dulu, diberitahukan dulu adminnya. Kalau tak ada perubahan baru ada teguran," ujar Irfan usai mengisi diskusi di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (16/11/2019).
Teguran tidak dilakukan dalam satu kali. Irfan menyebut, jika sudah beberapa kali dilakukan teguran tetapi tidak ada perubahan, Kemenkominfo baru melakukan pemblokiran.
"Diblokir, tapi tidak ditutup," lanjut Irfan.
Baca juga: Polwan yang Diduga Terpapar Paham Radikal Ditangkap untuk Kali Kedua
Karena proses yang panjang itu, situs bermuatan radikal tidak serta merta bisa dihilangkan dari jangkauan masyarakat.
Terlebih, kata Irfan, saat sudah diblokir satu situs, akan bermunculan banyak situs lain dengan konten radikal lainnya.
"Harus diketahui, kalau ditutup satu, jangankan situs teror, situs pornografi saja ditutup satu tumbuh seribu," tutur Irfan.
Irfan menegaskan, memblokir situs radikal bukan satu-satunya solusi menghentikan paparan radikalisme kepada para teroris lone wolf maupun masyarakat.
Pihaknya menyarankan masyarakat mau ikut memberikan edukasi dengan membuat konten positif di media sosial.
"Bagaimana melakukan edukasi kepada teman-teman pegiat dunia maya agar ikut menyuarakan bagaimana kearfian lokal yang kita miliki, bagaimana kita saling menghargai. Kalau langsung memblokir itu kan tak benar, karena ini era keterbukaan informasi," tambah Irfan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.