Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dhamantra dan Imam Nahrawi Sama-sama Yakin Bisa Kalahkan KPK...

Kompas.com - 09/11/2019, 10:50 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - I Nyoman Dhamantra dan Imam Nahrawi optimistis mampu memenangkan permohonan praperadilan terhadap KPK usai menyerahkan berkas kesimpulan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019).

Adapun kasus Dhamantra menyangkut suap pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019.

Sedangkan Imam tersandung kasus suap pengurusan proposal dana hibah KONI kepada Kemenpora pada tahun anggaran 2018.

Dhamantra mempersoalkan penanganan, penyelidikan, penetapan, hingga penahanan yang dilakukan hanya sehari. Tepatnya pada Kamis (8/8/2019).

Sementara Imam mempersoalkan alat bukti dan proses pemeriksaan yang tanpa ada kehadirannya.

Keduanya akan menghadapi putusan yang akan dibacakan masing-masing hakim tunggal Krisnugroho dan Elfian, Selasa (12/11/2019) mendatang.

Keyakinan Dhamantra

Dalam berkas kesimpulan yang diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019) lalu, Dhamantra percaya diri dapat menaklukan KPK.

Baca juga: I Nyoman Dhamantra Optimistis Gugatan Praperadilan Dikabulkan

Anggota Komisi VI DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) I Nyoman Dhamantra berada di dalam mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/8/2019). KPK menahan enam orang tersangka pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus dugaan pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019 dengan barang bukti uang 50 ribu dolar Amerika serta bukti transfer sebesar Rp2,1 miliar. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto Anggota Komisi VI DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) I Nyoman Dhamantra berada di dalam mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/8/2019). KPK menahan enam orang tersangka pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus dugaan pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019 dengan barang bukti uang 50 ribu dolar Amerika serta bukti transfer sebesar Rp2,1 miliar.
Sementara itu, latar belakang permohonan praperadilan ini terkait proses hukum penetapan Dhamantra.

Dhamantra merasa keberatan karena penyidikan, penetapan dan penahanan semua dilakukan pada hari yang sama, yakni Kamis (8/8/2019).

Proses hukum yang berjalan secara serentak ini dinilai telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

"Sesuai dengan putusan MK, seseorang menjadi tersangka harus terlebih dahulu dilakukan proses pemerikaaan sebagai calon tersangka," kata Ketua kuasa hukum Dhamantra, Fahmi Bachmid, Jumat (8/11/2019).

"Bukan tiba-tiba bersamaan dengan terbitnya sprindik yang sudah dicantumkan nama pemohon I Nyoman Dhamantra sebagai tersangka," sambungnya.

"Dari kesimpulan itu memang kita tuangkan, kita pastikan permohonan dapat dikabulkan," ujar salah satu kuasa hukum Dhamantra, Fikerman Sianturi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019).

Kendati demikian, Dhamantra menyerahkan keputusan gugatan kepada hakim.

Baca juga: Praperadilan I Nyoman Dhamantra, Saksi Nilai OTT Bertentangan dengan KUHAP

Dhamantra berharap hakim bisa menilai objektif dalam memutuskan permohonan praperadilan.

"Kita sama-sama melihat apakah akan dikabulkan, tetapi biarkan hakim yang menilai," terang kuasa hukum Dhamantra lainnya, Fikerman Sianturi.

Modal Imam

Sementara itu, Imam berkeyakinan keputusan akan berpihak padanya. Hal itu merujuk dari kesimpulan permohonan yang menyebut kasus tersebut sangat dipaksakan.

Kuasa hukum Imam, Saleh menegaskan, hal itu terlihat dari tidak kuatnya alat bukti dalam proses penyelidikan.

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi (tengah) mengenakan rompi orange menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Jumat, (27/9/2019). Imam Nahrawi ditahan KPK dalam kasus dugaan suap dana hibah dari pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora.ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi (tengah) mengenakan rompi orange menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Jumat, (27/9/2019). Imam Nahrawi ditahan KPK dalam kasus dugaan suap dana hibah dari pemerintah kepada KONI melalui Kemenpora.
"Kemarin ada yang menyatakan 157 bukti dalam jawaban. Begitu pembuktian hanya ada 42 bukti," kata Saleh.

"Di ranah penyelidikan yang katanya ada bukti permulaan, ternyata hanya ada tujuh berita acara permintaan keterangan. Jadi berita acara permintaan keterangan itu, apakah kemudian bisa dianggap dua alat bukti? Tidak," sambung dia.

Baca juga: Praperadilan, Kuasa Hukum Imam Nahrawi Permasalahkan Istilah Representasi

Selain itu, Saleh menilai bahwa pernyataan KPK dalam agenda jawaban menegaskan kasus tersebut dipaksakan.

Hal itu terlihat dari jawaban KPK yang menggunakan representasi asisten pribadi (Aspri) Imam, Miftahul Ulum, sebagai representasi penetapan mantan Menpora itu.

Adapun peran Ulum dalam kasus ini adalah sebagai "penjembatan" untuk menyerahkan uang kepada Imam.

Saleh menyebut, bahwa representasi adalah bahasa baru dalam hukum pidana.

Hal itu diperkuat dengan keterangan ahli. Baik ahli pemohon maupun termohon saat agenda saksi ahli.

"Dua ahli pun juga sudah tak terbantahkan bahasa representasi itu tidak ada," katanya.

KPK Minta Hakim Gugurkan Permohonan

Adapun, pihak KPK berkeyakinan bahwa seluruh proses hukum terhadap Imam maupun Dhamantra sudah sesuai undang-undang. KPK pun meminta hakim menggugurkan gugatan praperadilan keduanya.

Baca juga: Praperadilan Dhamantra, KPK Tegaskan Penanganan Sudah Sesuai Prosedur

Dalam kasus Dhamantra, misalnya. KPK menyebut penanganan hukum terhadap Dhamantra sudah sesuai prosedur.

"Tentunya kita optimis, ya. Karena kita melakukan segala tindakan hukum itu, secara internal, juga diawasi. Jadi kita tidak mungkin serampangan untuk melakukan upaya hukum," ujar anggota Tim Biro Hukum KPK, Togi Sirait di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019).

Prosedur hukum yang telah ditempuh oleh KPK itu berupa proses penyelidikan hingga mencari keterangan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Dia mengatakan, upaya penanganan hukum secara prosedural dengan mengedepankan kaidah hukum.

Sehingga, KPK pun tidak sembarangan setiap menangani sebuah kasus.

"Bahwa proses penetapan hukum tersangka I Nyoman Dharmantra sudah sah berdasarkan hukum dan segala tindakan hukum yang kita lakukan sudah sesuai dengan koridor hukum yang benar," tegas Togi.

Baca juga: KPK Bantah Tak Berusaha Periksa Imam Nahrawi, Ini Buktinya...

Anggota Tim Biro Hukum KPK yang menangani praperadilan Imam, Muhammad Hafez juga menyatakan proses penanganan mantan Menpora itu sah dan sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku.

"Intinya tetap pada jawaban. Kita sudah menemukan minimal dua alat bukti," kata dia.

Sebelumnya, Imam diketahui terjerat kasus suap penyaluran dana hibah melalui Kemenpora kepada KONI pada tahun anggaran 2018 sebesar Rp 14,7 miliar.

Imam diduga menerima suap melalui staf pribadinya Miftahul Ulum selama rentang waktu 2014-2018.

Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11,8 miliar.

Total penerimaan Rp 26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI.

Baca juga: KPK Lelang 4 Mobil Bupati dan Kadis Korup, Mulai Rp 40 Jutaan...

Sedangkan, Dhamantra terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Agustus 2019. Penyidik KPK mendapat informasi adanya transaksi suap terkait pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019.

KPK kemudian menetapkan enam tersangka. Di antaranya Dhamantra, Mirawati Basri, dan Elviyanto sebagai penerima suap.

Selain itu, Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar sebagai pemberi uang suap.

Dhamantra, Mirawati Basri dan Elviyanto diduga menerima uang suap sebesar Rp 2 miliar melalui transfer untuk mengurus kuota impor bawang putih dari Chandry Suanda, Doddy Wahyudi dan Zulfikar.

Doddy Wahyudi diduga mentransfer Rp 2 miliar ke rekening kasir money changer milik Dhamantra. Uang Rp 2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus Surat Persetujuan Impor (SPI). 

 

Kompas TV Fahira Idris menjalani pemeriksaan perdana terkait kasus meme joker, gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Usai diperiksa, Fahira menyatakan sempat ditanyai terkait kuasa dari gubernur Anies.<br /> <br /> Pemeriksaan polisi terhadap fahira berlangsung sejak pukul 10.20 hingga pukul 15.00 wib.<br /> <br /> Usai menjalani pemeriksaan perdana di gedung Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya, Fahira mengaku sempat ditanyai terkait kuasa oleh Anies ataupun Pemprov untuk melaporkan pengunggah meme joker Anies Baswedan.<br /> <br /> Menurut Fahira, sebagai anggota DPD, dirinya harus memastikan penegakan hukum kasus ini. <br />
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com