JAKARTA, KOMPAS.com - I Nyoman Dhamantra dan Imam Nahrawi optimistis mampu memenangkan permohonan praperadilan terhadap KPK usai menyerahkan berkas kesimpulan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019).
Adapun kasus Dhamantra menyangkut suap pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019.
Sedangkan Imam tersandung kasus suap pengurusan proposal dana hibah KONI kepada Kemenpora pada tahun anggaran 2018.
Dhamantra mempersoalkan penanganan, penyelidikan, penetapan, hingga penahanan yang dilakukan hanya sehari. Tepatnya pada Kamis (8/8/2019).
Sementara Imam mempersoalkan alat bukti dan proses pemeriksaan yang tanpa ada kehadirannya.
Keduanya akan menghadapi putusan yang akan dibacakan masing-masing hakim tunggal Krisnugroho dan Elfian, Selasa (12/11/2019) mendatang.
Dalam berkas kesimpulan yang diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019) lalu, Dhamantra percaya diri dapat menaklukan KPK.
Baca juga: I Nyoman Dhamantra Optimistis Gugatan Praperadilan Dikabulkan
Dhamantra merasa keberatan karena penyidikan, penetapan dan penahanan semua dilakukan pada hari yang sama, yakni Kamis (8/8/2019).
Proses hukum yang berjalan secara serentak ini dinilai telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Sesuai dengan putusan MK, seseorang menjadi tersangka harus terlebih dahulu dilakukan proses pemerikaaan sebagai calon tersangka," kata Ketua kuasa hukum Dhamantra, Fahmi Bachmid, Jumat (8/11/2019).
"Bukan tiba-tiba bersamaan dengan terbitnya sprindik yang sudah dicantumkan nama pemohon I Nyoman Dhamantra sebagai tersangka," sambungnya.
"Dari kesimpulan itu memang kita tuangkan, kita pastikan permohonan dapat dikabulkan," ujar salah satu kuasa hukum Dhamantra, Fikerman Sianturi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019).
Kendati demikian, Dhamantra menyerahkan keputusan gugatan kepada hakim.
Baca juga: Praperadilan I Nyoman Dhamantra, Saksi Nilai OTT Bertentangan dengan KUHAP
Dhamantra berharap hakim bisa menilai objektif dalam memutuskan permohonan praperadilan.
"Kita sama-sama melihat apakah akan dikabulkan, tetapi biarkan hakim yang menilai," terang kuasa hukum Dhamantra lainnya, Fikerman Sianturi.
Sementara itu, Imam berkeyakinan keputusan akan berpihak padanya. Hal itu merujuk dari kesimpulan permohonan yang menyebut kasus tersebut sangat dipaksakan.
Kuasa hukum Imam, Saleh menegaskan, hal itu terlihat dari tidak kuatnya alat bukti dalam proses penyelidikan.
"Di ranah penyelidikan yang katanya ada bukti permulaan, ternyata hanya ada tujuh berita acara permintaan keterangan. Jadi berita acara permintaan keterangan itu, apakah kemudian bisa dianggap dua alat bukti? Tidak," sambung dia.
Baca juga: Praperadilan, Kuasa Hukum Imam Nahrawi Permasalahkan Istilah Representasi
Selain itu, Saleh menilai bahwa pernyataan KPK dalam agenda jawaban menegaskan kasus tersebut dipaksakan.
Hal itu terlihat dari jawaban KPK yang menggunakan representasi asisten pribadi (Aspri) Imam, Miftahul Ulum, sebagai representasi penetapan mantan Menpora itu.
Adapun peran Ulum dalam kasus ini adalah sebagai "penjembatan" untuk menyerahkan uang kepada Imam.
Saleh menyebut, bahwa representasi adalah bahasa baru dalam hukum pidana.
Hal itu diperkuat dengan keterangan ahli. Baik ahli pemohon maupun termohon saat agenda saksi ahli.
"Dua ahli pun juga sudah tak terbantahkan bahasa representasi itu tidak ada," katanya.
Adapun, pihak KPK berkeyakinan bahwa seluruh proses hukum terhadap Imam maupun Dhamantra sudah sesuai undang-undang. KPK pun meminta hakim menggugurkan gugatan praperadilan keduanya.
Baca juga: Praperadilan Dhamantra, KPK Tegaskan Penanganan Sudah Sesuai Prosedur
Dalam kasus Dhamantra, misalnya. KPK menyebut penanganan hukum terhadap Dhamantra sudah sesuai prosedur.
"Tentunya kita optimis, ya. Karena kita melakukan segala tindakan hukum itu, secara internal, juga diawasi. Jadi kita tidak mungkin serampangan untuk melakukan upaya hukum," ujar anggota Tim Biro Hukum KPK, Togi Sirait di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019).
Prosedur hukum yang telah ditempuh oleh KPK itu berupa proses penyelidikan hingga mencari keterangan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Dia mengatakan, upaya penanganan hukum secara prosedural dengan mengedepankan kaidah hukum.
Sehingga, KPK pun tidak sembarangan setiap menangani sebuah kasus.
"Bahwa proses penetapan hukum tersangka I Nyoman Dharmantra sudah sah berdasarkan hukum dan segala tindakan hukum yang kita lakukan sudah sesuai dengan koridor hukum yang benar," tegas Togi.
Baca juga: KPK Bantah Tak Berusaha Periksa Imam Nahrawi, Ini Buktinya...
Anggota Tim Biro Hukum KPK yang menangani praperadilan Imam, Muhammad Hafez juga menyatakan proses penanganan mantan Menpora itu sah dan sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku.
"Intinya tetap pada jawaban. Kita sudah menemukan minimal dua alat bukti," kata dia.
Sebelumnya, Imam diketahui terjerat kasus suap penyaluran dana hibah melalui Kemenpora kepada KONI pada tahun anggaran 2018 sebesar Rp 14,7 miliar.
Imam diduga menerima suap melalui staf pribadinya Miftahul Ulum selama rentang waktu 2014-2018.
Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11,8 miliar.
Total penerimaan Rp 26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI.
Baca juga: KPK Lelang 4 Mobil Bupati dan Kadis Korup, Mulai Rp 40 Jutaan...
Sedangkan, Dhamantra terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Agustus 2019. Penyidik KPK mendapat informasi adanya transaksi suap terkait pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019.
KPK kemudian menetapkan enam tersangka. Di antaranya Dhamantra, Mirawati Basri, dan Elviyanto sebagai penerima suap.
Selain itu, Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar sebagai pemberi uang suap.
Dhamantra, Mirawati Basri dan Elviyanto diduga menerima uang suap sebesar Rp 2 miliar melalui transfer untuk mengurus kuota impor bawang putih dari Chandry Suanda, Doddy Wahyudi dan Zulfikar.
Doddy Wahyudi diduga mentransfer Rp 2 miliar ke rekening kasir money changer milik Dhamantra. Uang Rp 2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus Surat Persetujuan Impor (SPI).