Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Panglima TNI Dihapus Gus Dur, Digagas Moeldoko, Dihidupkan Jokowi

Kompas.com - 08/11/2019, 06:06 WIB
Dani Prabowo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jabatan wakil panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali dihidupkan oleh Presiden Joko Widodo.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia yang ditandatangani Jokowi, jabatan tersebut dihidupkan.

Posisi wakil panglima TNI sendiri bukanlah jabatan baru. Jabatan ini pernah ada, tetapi dihapuskan oleh presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Jenderal TNI terakhir yang menjabat posisi tersebut saat itu adalah Fachrul Razi yang kini menjabat sebagai Menteri Agama.

Baca juga: Mengenal Jabatan Wakil Panglima TNI yang Kembali Dihidupkan Jokowi

Bukan pertama

Bukan kali ini saja rencana menghidupkan kembali jabatan ini muncul. Pada 2015, wacana serupa juga sempat dicetuskan oleh mantan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang kini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Saat itu, Moeldoko mengklaim, gagasannya terkait reorganisasi TNI disetujui Jokowi sepanjang dilakukan secara bertahap.

"Masalah reorganisasi di antaranya ada wakil panglima TNI. Diharapkan, wakil penglima TNI itu, kalau tidak ada panglima TNI, dia bisa action," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, 17 Maret 2015.

Baca juga: Wakil Panglima TNI Akan Kembali Dimunculkan

Namun, rencana itu penambahan jabatan itu justru dipertanyakan. Pasalnya, posisi wakil panglima TNI dinilai tidak diwajibkan di dalam undang-undang.

Selain itu, dalam hal kegiatan operasional, panglima TNI juga sudah dibantu oleh beberapa asisten dan kepala staf. Bahkan, penambahan jabatan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan tumpang tindih di dalam institusi TNI.

"Mubazir posisi wakil panglima TNI, malah berpotensi tumpang tindih tupoksi, tidak efektif dan efisien organisasinya," kata mantan Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, pada 18 Maret 2015.

Tak selang berapa lama, Moeldoko kemudian melayangkan konsep keputusan presiden kepada Jokowi. Saat itu, ia meyakini  pada pertengahan tahun jabatan tersebut segera terisi.

Baca juga: Ketua Komisi I: Mubazir Posisi Wakil Panglima TNI

Jenderal TNI Moeldoko saat masih menjabat Panglima TNIalfian kartono Jenderal TNI Moeldoko saat masih menjabat Panglima TNI
Namun, pada saat bersamaan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) yang saat itu masih dijabat Tedjo Edhy Purdijatno menilai belum ada urgensi untuk menambah jabatan baru di tubuh TNI.

Memang, sebelumnya Tedjo sempat mempertimbangkan keberadaan wakil panglima. Namun, setelah dikaji dan dianalisis efektivitasnya, jabatan tersebut belum terlalu penting untuk dibentuk.

"Kan selama ini ada Kasum (Kepala Staf Umum) panglima atau kepala staf matra TNI yang ditunjuk menggantikan panglima. Jadi, ya belumlah," kata Tedjo pada 9 Juni 2015.

Hingga akhirnya Moeldoko pensiun dan jabatannya digantikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo. Jabatan baru itu tak kunjung terisi.

Baca juga: Teken Perpres, Jokowi Hidupkan Lagi Jabatan Wakil Panglima TNI

Bahkan, Kementerian Pertahanan meminta adanya penambahan sejumlah substansi untuk dimasukkan di dalam draf peraturan presiden. Namun, substansi apa yang dimaksud tidak pernah dijelaskan.

Hingga akhirnya Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto memastikan draf perpres tak akan selesai Juli 2015.

"Kemenhan memberikan saran substansi tentang perpresnya. Kami di Setkab menyarankan agar Kementerian Pertahanan menginisiasi pertemuan lintas kementerian untuk membahas usulan dari Kemenhan itu," kata Andi pada 15 Juli 2015.

Wacana wakil panglima pun menguap.

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melakukan inspeksi pasukan saat peringatan HUT ke-72 Tentara Nasional Indonesia di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis (5/10/2017). Peringatan HUT TNI ini  TNI dimeriahkan latihan gabungan dengan menggunakan alutsista andalan dari masing-masing matra TNI, Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melakukan inspeksi pasukan saat peringatan HUT ke-72 Tentara Nasional Indonesia di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis (5/10/2017). Peringatan HUT TNI ini TNI dimeriahkan latihan gabungan dengan menggunakan alutsista andalan dari masing-masing matra TNI, Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Kontradiktif

Sesaat setelah dilantik untuk periode kedua, Jokowi sempat menyatakan bahwa keberadaan eselon I hingga IV di kementerian/lembaga terlalu banyak. Ia ingin struktur tersebut disederhanakan.

"Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan menjadi dua level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi," kata Jokowi saat menyampaikan pidato di Kompleks Parlemen, Minggu (20/11/2019).

Tidak tanggung-tanggung, Jokowi menyebut penyederhanaan birokrasi harus terus dilakukan secara besar-besaran. Prosedur yang panjang harus dipotong dan birokrasi yang panjang harus dipangkas.

Baca juga: Jokowi Akan Pangkas Tingkatan Eselon Jadi Hanya 2 Level

Tak lama kemudian, Jokowi justru mengangkat 12 wakil menteri untuk membantuk kinerja para menteri yang sebelumnya dilantik, mulai dari wakil menteri pertahanan, agama, BUMN, luar negeri, dan perdagangan.

Kemudian, wakil menteri ekonomi, PUPR, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi, lingkungan hidup dan kehutanan, agraria dan tata ruang, serta pariwisata dan ekonomi kreatif.

Bahkan, ada wacana untuk menambah jabatan wakil menteri lainnya untuk membantu Nadiem Makarim menangani soal pendidikan dan kebudayaan.

Terbaru, Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di dalam perpres itu disebutkan, unsur pimpinan TNI terdiri atas panglima dan wakil panglima TNI.

Baca juga: Resmi Dilantik Jokowi, Ini Ulasan Profil 12 Wakil Menteri

Langkah Presiden pun dikritik karena dianggap kontradiktif. Alih-alih ingin merampingkan struktur organisasi dan lembaga, Jokowi justru membuatnya semakin gemuk.

"Yang menjadi pertanyaan publik kemudian adalah kenapa justru Presiden membuat jabatan politik menjadi gemuk. Tidak sesuai dengan semangat debirokratisasi," kata anggota Komisi I dari Fraksi PKS Sukamta saat dihubungi, Kamis (7/11/2019).

Ia pun mengingatkan, seharusnya penambahan jabatan didasarkan pada UU yang berlaku. Namun, jabatan baru ini dinilai tak sesuai dengan UU yang ada.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Fitria Chusna Farisa, Ihsanuddin, Sabrina Asril, Indra Akuntono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com