Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Safari Nasdem, soal Kekecewaan hingga Potensi Poros Baru 2024

Kompas.com - 04/11/2019, 10:46 WIB
Dani Prabowo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Nasdem sibuk melakukan safari politik. Setelah Partai Keadilan Sejahtera, dalam waktu dekat Partai Nasdem akan bertemu dengan Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional.

Sikap politik Partai Nasdem ini dipertanyakan. Sebab, Partai Nasdem merupakan salah satu partai koalisi yang mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.

Bahkan, berkat dukungan itu tiga kader partai pimpinan Surya Paloh itu diganjar "hadiah" menteri.

Tiga orang itu yaitu Siti Nurbaya Bakar sebagai Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Syahrul Yasin Limpo sebagai Menteri Pertanian, dan Johnny G Plate sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika.

Sinyal oposisi Partai Nasdem justru diberikan langsung oleh ketua umumnya, Surya Paloh, setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober lalu.

"Kalau tidak ada yang oposisi, Nasdem saja yang jadi oposisi," kata Surya seperti dilansir dari Kompas TV, Senin (21/10/2019).

Baca juga: Partai Nasdem Lempar Sinyal Siap Jadi Oposisi...

Memang, pada saat itu ramai dikabarkan soal manuver Partai Gerindra yang kemungkinan akan masuk ke dalam koalisi pemerintahan.

Belakangan, Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menjadi rival Jokowi saat Pilpres 2019 juga mendapatkan posisi Menteri Pertahanan.

Namun, sejumlah kader Partai Nasdem langsung membantah bahwa pernyataan yang dilontarkan Surya bukanlah sinyal untuk menjadi oposisi pemerintahan.

"Tidak (oposisi). Salah kamu punya kesimpulan," kata Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem yang juga Menkominfo, Johnny G Plate, di Jakarta, Kamis (31/10/2019).

"Yang disampaikan kemarin itu fungsi check and balance. Itu perlu ada untuk memastikan pemerintah itu bekerja dengan baik, negara mendapat manfaat dengan baik," ujar Johnny Plate.

Baca juga: Apa yang Terjadi jika Nasdem Jadi Oposisi?

Ketua Umum Partai PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memasuki ruang pelantikan anggota DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Sebanyak 575 anggota DPR terpilih dan 136 orang anggota DPD terpilih diambil sumpahnya. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/pd.ANTARA FOTOGALIH PRADIPTA Ketua Umum Partai PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memasuki ruang pelantikan anggota DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Sebanyak 575 anggota DPR terpilih dan 136 orang anggota DPD terpilih diambil sumpahnya. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/pd.
Sikap Megawati jadi tanda

Polemik mengenai sikap Partai Nasdem terbaca setelah viralnya video Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang enggan menyalami Surya Paloh ketika pelantikan anggota MPR, DPR, dan DPD RI awal Oktober lalu.

Tak hanya enggan bersalaman, Megawati juga memalingkan wajahnya dari Surya yang berada di depannya.

Namun, baik PDI Perjuangan maupun Partai Nasdem sama-sama tak ingin memperbesar masalah tersebut.

Baca juga: Soal Langkah Nasdem, Sekjen PDI-P Nilai Tiap Parpol Punya Strategi Sendiri

Akan tetapi, sikap yang ditunjukkan Megawati seakan menjadi petunjuk ada persoalan di antara kedua partai koalisi itu. Walaupun, hingga kini keduanya saling membantahnya.

Tujuh hari setelah pengumuman susunan Kabinet Indonesia Maju, Surya Paloh bertandang ke markas PKS di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2019).

Mereka yang ikut antara lain Johnny G Plate, Ketua Fraksi Nasdem di DPR Ahmad Ali, Ketua DPP Rachmat Gobel, Lestari Moerdijat, Martin Manurung, Zulfan Lindan, Willy Aditya, Hasan Aminudin, hingga Saan Mustofa.

Selain itu hadir pula anggota Dewan Pakar Teuku Taufiqulhadi dan Charles Melkiyansyah.

Sementara dari PKS yang menemui adalah Presiden PKS Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri, dan Sekjen PKS Mustafa Kamal.

Baca juga: PKS Sebut Pertemuan dengan Nasdem Tak Bahas Soal Pilkada dan Pilpres

Willy mengungkapkan, pertemuan kedua parpol terjadi secara spontan. Awalnya, Surya Paloh dan Sohibul Iman bertemu saat pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.

Dalam pertemuan tersebut, sempat terjadi percakapan yang cukup hangat. Hingga akhirnya Surya berencana bertandang ke markas PKS.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh sempat merangkul Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman. Mereka berbincang dalam jarak yang cukup dekat.   Tidak terdengar apa yang mereka bicarakan karena volume suara yang sangat kecil seperti berbisik. Sesekali mereka tertawa dengan lepas.  Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri, Sekjen PKS Mustafa Kamal, Sekjen Partai Nasdem Johnny G. Plate juga ikut berbincang.  Momen tersebut terjadi sesaat sebelum Surya Paloh meninggalkan kantor DPP PKS di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2019).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh sempat merangkul Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman. Mereka berbincang dalam jarak yang cukup dekat. Tidak terdengar apa yang mereka bicarakan karena volume suara yang sangat kecil seperti berbisik. Sesekali mereka tertawa dengan lepas. Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri, Sekjen PKS Mustafa Kamal, Sekjen Partai Nasdem Johnny G. Plate juga ikut berbincang. Momen tersebut terjadi sesaat sebelum Surya Paloh meninggalkan kantor DPP PKS di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2019).
Ketika pertemuan terealisasi, Juru Bicara PKS Ahmad Fathul Bari menyebut, Surya Paloh berkali-kali mengatakan bahwa PKS adalah saudara tua bagi Partai Nasdem.

Artinya, kata Fathul, PKS lebih dulu bertarung dalam kontestasi politik di Indonesia.

"Beliau menyebut 'Abang tua'. Itu menurut saya sesuatu yang luar biasa. Bagi komunikasi parpol pun luar biasa," tutur Fathul.

Menanggapi pertemuan tersebut, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menilai, partainya tak ingin terlalu mempersoalkan. Menurut dia, setiap parpol memiliki kedaulatan dalam menentukan arah dan strategi politiknya.

"Kami tidak bisa mencampuri atas apa yang dilakukan oleh partai lain," ujar Hasto di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2019).

Hasto pun menekankan partainya juga memiliki strategi politik sendiri, yakni bergerak ke akar rumput untuk memperkuat pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Baca juga: Wasekjen PDI-P soal Pertemuan Paloh dan PKS: Namanya Komitmen itu Ada Loyalitas

Ketidaksenangan

Di lain pihak, pengamat politik Universitas Paramadina, Djayadi Hanan berpandangan bahwa manuver itu sebagai bentuk ketidaksenangan Partai Nasdem terhadap perubahan koalisi yang dibentuk Jokowi.

Ketidaksenangan itu, menurut Djayadi, terutama muncul setelah Partai Gerindra bergabung ke dalam koalisi.

"Tampaknya Nasdem kurang happy dengan koalisi yang dibentuk oleh Pak Jokowi," kata Djayadi saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (3/11/2019).

Bahkan, ia menilai, tak menutup kemungkinan Partai Nasdem akan memberikan kritik pedas terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

"Dalam koalisi multipartai presidensial seringkali terjadi partai tertentu tidak 100 persen bersama presiden dan pengalaman Indonesia kan begitu, 2014-2019 ada partai anggota koalisi tetapi dalam beberap kebijakan beda dengan presiden," ujar dia.

Baca juga: Jokowi Disebut Beri Lampu Hijau kepada Nasdem Saat Bertemu PKS

Surya Paloh tiba sebelum acara  pelantikan presiden dan wakil presiden di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019)KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Surya Paloh tiba sebelum acara pelantikan presiden dan wakil presiden di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019)
Pandangan berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies Jerry Massie. Ia menengarai ada permintaan Partai Nasdem yang tidak dipenuhi Jokowi di dalam penyusunan kabinet.

"Saya perhatikan sepertinya ada permintaan secara spesifik Nasdem yang tak bisa terpenuhi," ujar Jerry saat dihubungi wartawan, Kamis (31/10/2019).

Memang, dalam susunan kabinet baru, Partai Nasdem kehilangan kursi Jaksa Agung yang sebelumnya dipegang HM Prasetyo.

Kursi Jaksa Agung saat ini dipegang oleh ST Burhanuddin yang tak lain adik kandung politikus PDI Perjuangan TB Hasanuddin.

Akibat penunjukan tersebut, Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago sempat mengeluarkan komentar pedas.

Ia meminta, PDI Perjuangan konsisten dengan pernyataan sebelumnya bahwa posisi Jaksa Agung tidak diintervensi partai politik.

"Memang sebaiknya kita konsisten. Kemarin pada ribut jika Jaksa Agung dari partai atau diusung oleh partai akan jadi alat partai, sebaiknya mari sama-sama konsisten," kata Irma saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/10/2019).

Baca juga: Nasdem Bertemu PAN Akhir November, Ada Rencana Juga Bertemu Demokrat

Pernyataan yang dimaksud datang dari Hasto. Sekjen DPP PDI Perjuangan itu mengatakan, sosok yang akan mengisi jabatan strategis pada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf lima tahun mendatang sebaiknya sosok yang terlepas dari intervensi politik.

"Kami mendorong agar penempatan-penempatan jabatan strategis diisi oleh mereka yang memiliki tanggung jawab dan dapat menjalankan tugasnya tanpa intervensi politik tertentu," ucap Hasto di Kantor DPP PDI Perjuangan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019) lalu.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (3/11/2019).Kompas.com/Fitria Chusna Farisa Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (3/11/2019).
Secara spesifik, PDI Perjuangan mendorong kursi jaksa agung diisi bukan oleh orang berlatar belakang hukum semata. Tapi jika ada, berasal dari lingkungan internal kejaksaan itu sendiri.

"Kalau kita lihat, stabilitas sebuah sistem, termasuk kementerian, kami berikan ruang dalam lembaga internal negara untuk mendapatkan jabatan tertingginya. Ada aspirasi publik agar jaksa agung harus diisi oleh internal, ya PDI-P menangkap aspirasi tersebut," ucapnya.

Baca juga: Adik TB Hasanuddin Jadi Jaksa Agung, Nasdem Pertanyakan Konsistensi PDI-P

Spekulasi

Ketidakharmonisan Partai Nasdem di dalam koalisi pun memunculkan spekulasi. Mulai dari keluarnya Nasdem dari koalisi hingga terbentuknya poros kekuatan politik baru.

Djayadi menilai, manuver Partai Nasdem yang mulai merapat ke partai oposisi pemerintah ada kaitannya dengan persiapan menuju Pilpres 2024.

Apalagi, Jokowi tak mungkin lagi mencalonkan diri sebagai presiden, karena saat ini adalah periode kedua kepemimpinannya.

Dengan demikian, partai politik juga mulai melakukan manuver politik dengan mempertimbangkan sejumlah kandidat potensial yang akan diusung sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden.

Salah satu kandidat kuat itu, menurut Djayadi adalah Gubernur DKI Anies Baswedan.

"Dan kita tahu Anies Baswedan adalah salah satu calon presiden atau calon wakil presiden, pokoknya calon pemimpin nasional untuk 2024, jadi mau tidak mau kita harus membacanya ke arah sana," kata Djayadi di Jakarta, Minggu (3/11/2019).

Baca juga: Kongres Nasdem Pekan Depan Bahas Pilpres 2024, Gubernur Anies Diundang

Anies sendiri rencananya akan diundang untuk menghadiri Kongres Partai Nasdem dalam waktu dekat. Selain Anies, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan sejumlah kepala daerah lainnya juga diundang.

Meski salah satu agenda yang akan dibahas dalam kongres tersebut terkait persiapan Pilpres 2024, namun Willy menampik, undangan yang diberikan kepada Anies dalam rangka pendekatan untuk persiapan pemilu mendatang.

"Pak Anies kan Gubernur DKI. Sebagai gubernur, dia wajarlah memberikan sambutan dan memberikan ucapan selamat datang kepada peserta kongres yang dari Sabang sampai Merauke datang ke ibu kota," kata Willy.

Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari di Hotel Harris, Jakarta Selatan, Sabtu (13/4/2019).Kompas.com/Fitria Chusna Farisa Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari di Hotel Harris, Jakarta Selatan, Sabtu (13/4/2019).
Dua poros

Sementara itu, pengamat politik dari lembaga survei Indo Barometer, Muhammad Qodari menilai, pergerakan yang dilakukan Nasdem semakin memperkuat kecenderungan munculnya dua poros baru, yaitu 'Poros Gondangdia' dan 'Poros Teuku Umar'.

Poros Gondangdia mengacu pada lokasi kantor DPP Partai Nasdem di Jalan Gondangdia. Sedangkan Poros Teuku Umar mengacu pada kediaman Megawai yang berada di Jalan Teuku Umar.

"Kalau kita saksikan perkembangan politik terakhir, sebetulnya satu hal yang menarik, di mana Bu Mega merangkul Pak Prabowo. Kemudian, Prabowo seolah-olah meninggalkan PKS dan PAN. Sekutu lama itu kemudian didekati Pak Surya Paloh," kata Qodari di Jakarta, Sabtu (2/11/2019).

Baca juga: Ini Kata Hanafi Rais soal Kemungkinan Koalisi Nasdem-PAN

Ia pun meyakini bahwa safari politik yang dilakukan Surya belum akan berhenti. Masih ada PAN dan Partai Demokrat, yang sama-sama berada di luar pemerintahan dengan PKS yang belum dikunjungi Nasdem.

Presiden Joko Widodo saat ini tak mempersoalkan bila Partai Nasdem melakukan safari politik ke partai yang kini berada di luar pemerintahan.

Menurut Jokowi, Surya Paloh sering bertemu dengannya, sehingga wajar jika ingin bangun komunikasi dengan pihak lain.

"Mungkin Pak Surya Paloh kangen sudah lama enggak ketemu Pak Sohibul Iman. Mungkin dengan saya enggak begitu kangen karena sudah sering ketemu," kata Jokowi saat berbincang dengan awak media di kantornya, Jumat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com