Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu. Namun rencana itu ditentang oleh partai politik pendukungnya.
Baca juga: Tinggal Pilih, Presiden Berpihak pada Rakyat atau Partai Politik?
Polemik terakhir adalah mengenai kesalahan dalam usia pimpinan KPK. Batas usia yang dicantumkan dalam UU KPK hasil revisi adalah "50" tetapi dalam keterangan dalam kurung tertulis "(empat puluh)" tahun.
Kesalahan itu dapat berdampak tidak bisa dilantiknya Nurul Ghufron yang telah dipilih oleh DPR dan pemerintah karena baru berusia 45 tahun.
Sejumlah pakar hukum tata negara menilai UU KPK hasil revisi terlihat disusun terburu-buru karena tidak mencantumkan pasal peralihan, termasuk untuk mengatasi polemik Ghufron.
Dengan demikian, sejumlah pengamat menilai perppu seharusnya dilakukan untuk mengatasi polemik itu.
Baca juga: Ada Typo di UU KPK, Laode Duga akibat Dibahas Tergesa-gesa dan Tertutup
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.