Presiden Joko Widodo bahkan sempat mengaku akan mempertimbangkan akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk membatalkan revisi UU KPK.
Pernyataan tersebut disampaikan Jokowi usai bertemu sejumlah tokoh di Istana Kepresidenan pada 26 September silam.
Namun, hingga hari ini, Senin (14/10/2019), Jokowi belum juga menerbitkan Perppu KPK.
Presiden Jokowi juga tidak menjawab pertanyaan wartawan saat ditanya rencananya menerbitkan perppu untuk mencabut UU KPK hasil revisi.
Jokowi ditanya wartawan usai dia bertemu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Awalnya, Jokowi mau meladeni pertanyaan wartawan soal pertemuannya dengan Zulkifli serta peluang PAN masuk ke kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin.
Namun, saat wartawan berpindah topik ke Perppu KPK, Jokowi tak menjawab. Ia segera berjalan meninggalkan awak media.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga tidak menjawab pertanyaan wartawan soal perkembangan Perppu KPK.
"Enggak tahu saya," kata Pramono.
Staf Khusus Presiden Adita Irawati menyebut, Presiden Jokowi memang masih membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan apakah ia akan mencabut Undang-Undang KPK hasil revisi atau tidak.
Oleh karena itu, sampai hari ini Presiden belum mengambil keputusan terkait Perppu KPK.
Adita menyadari bahwa mahasiswa dari universitas Trisakti dan sejumlah universitas lain sebelumnya memberi deadline atau batas waktu sampai Senin (14/10/2019) hari ini.
Namun, menurut Adita, tenggat tersebut tak bisa dipenuhi Jokowi.
"Perppu KPK ini kan Presiden mendengarkan masukan banyak pihak. Kemudian banyak yang bertanya, ini mahasiswa memberi tuntunan deadline hari ini, ya beliau kan mendengarkannya dari berbagai pihak. Juga mempelajari lagi salinan yang dari DPR. Jadi mungkin masih merlukan waktu," kata Adita saat dihubungi, Senin siang.
Tenaga Ahli Kedeputian IV Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menambahkan, mahasiswa tidak bisa seenaknya memberi tenggat waktu kepada Presiden.
"Jangan main deadline. Enggak bisa dalam bentuk ancaman. Kan ini negara. Pemerintahan ini kan representasi negara. Kalau deadline terkait perppu, jangan mengancam," kata Ali.
Ali menegaskan bahwa Presiden mempunyai kewenangan sepenuhnya kapan akan mengambil keputusan terkait penerbitan Perppu KPK.
Sebagai kelompok intelektual, mahasiswa diminta bersabar menunggu keputusan Presiden.
"Pakai deadline itu tidak benar," kata dia.
Diberitakan, sejumlah mahasiswa dari Universitas Trisakti, Universitas Paramadina, Universitas Tarumanagara, dan Ukrida bertemu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2019).
Para mahasiswa mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan perppu untuk mencabut UU KPK hasil revisi. Mereka memberi tenggat waktu bagi Jokowi sampai 14 Oktober, jika tidak maka akan ada gerakan mahasiswa lebih besar.
UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.
Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu. Namun rencana itu ditentang oleh partai politik pendukungnya.
Polemik terakhir adalah mengenai kesalahan dalam usia pimpinan KPK. Batas usia yang dicantumkan dalam UU KPK hasil revisi adalah "50" tetapi dalam keterangan dalam kurung tertulis "(empat puluh)" tahun.
Kesalahan itu dapat berdampak tidak bisa dilantiknya Nurul Ghufron yang telah dipilih oleh DPR dan pemerintah karena baru berusia 45 tahun.
Sejumlah pakar hukum tata negara menilai UU KPK hasil revisi terlihat disusun terburu-buru karena tidak mencantumkan pasal peralihan, termasuk untuk mengatasi polemik Ghufron.
Dengan demikian, sejumlah pengamat menilai perppu seharusnya dilakukan untuk mengatasi polemik itu.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/14/17583211/jokowi-yang-tak-menjawab-saat-ditanya-soal-perppu-kpk